Kampus
28 Mei, 2022 01:15 WIB
Penulis:Fathul Muin
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, MALANG -- Sistem pangan global berada dalam tantangan yang sangat serius, setelah dua tahun pandemi Covid-19 yang menyebabkan resesi ekonomi global. Ketegangan terbaru antara Rusia dan Ukraina dan masalah geopolitik global lainnya telah meningkatkan inflasi global.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin dalam Konferensi Internasional "Transforming Global Food System: Strengthening Agricultural Sector" yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya (UB) dan Perhepi di Malang, Jumat (27/5/2022).
Dikatakan Bustanul, laju inflasi Indonesia pada 2022 diperkirakan akan mencapai lebih dari 5 persen, meningkat signifikan dari 2,6 persen pada 2021.
"Indonesia saat ini menganut dan mengembangkan sistem pangan berkelanjutan yang komprehensif, meliputi kegiatan sistem produksi, pengolahan, distribusi, perdagangan, dan sistem konsumsi pangan," katanya.
Outcome dari sistem pangan, yakni peningkatan ketahanan pangan yang meliputi ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan.
Dalam visi keberlanjutan, sistem pangan juga membawa hasil berupa kesejahteraan sosial yang meliputi lapangan kerja, tingkat pendapatan, modal manusia, modal sosial, modal politik dan kesehatan lingkungan yang meliputi aliran stok ekosistem, jasa ekosistem, akses ke modal alam dan lain-lain.
Di sektor pertanian pangan, kata Bustanul, Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan Sustainable and Resilient Food Systems (SRFS). SRFS merupakan landasan penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi untuk dapat berkontribusi pada pola makan yang sehat dan seimbang, pengentasan kemiskinan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, konservasi ekosistem, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Swasembada Pangan
Pada bagian lain, Koordinator Tenaga Ahli di Kementerian Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, mengungkapkan sistem swasembada pangan saat ini sudah tidak relevan untuk diterapkan. Masyarakat tidak hanya butuh nasi untuk mencukupi kebutuhan nutrisi mereka.
"Ada banyak hal yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi nutrisi tubuhnya. Tidak hanya sekedar nasi tapi juga ada lauk pauk dan singkong," katanya.
Karena itulah, kata dia, dalam food system atau sistem pangan kuncinya adalah gizi atau nutrisi yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Rektor UB Nuhfil Hanani AR menambahkan yang akan menjadi tantangan ke depan adalah konsumen pilih dan cari bukan hanya soal perut kenyang, tapi juga nutrisi. "Seperti halnya functional food untuk menurunkan kolesterol dan diabetes," katanya.
“Saya percaya di era industri peranan pangan tidak dapat digantikan dengan komoditas lain. Saya berharap melalui forum ini bisa meningkatkan pengetahuan dan memberikan masukan pemerintah dalam mengembangkan food system dan agriculture in Indonesia," kata Nuhfil Hanani AR.
Konferensi yang dihadiri 100 peserta ini bertujuan untuk menyatukan isu-isu kompleks seperti transformasi sistem pangan global, terutama tentang bagaimana memperkuat sektor pertanian, meningkatkan alokasi dukungan dan sumber daya untuk petani kecil, dan mengembangkan kemitraan multi-stakeholder yang lebih inklusif dan lebih kuat.
Konferensi ini menghadirkan pembicara antara lain Profesor Matin Qaim (Presiden Asosiasi Internasional Ekonomi Pertanian-IAAE), Profesor Kei Kajisa (Presiden Masyarakat Ekonomi Pertanian Asia-ASAE), Profesor Ryohei Kada (Lembaga Penelitian Kemanusiaan dan Alam), Profesor Atsushi Yoshimoto (Lembaga Matematika Statistik), Profesor Hermanto Siregar (Rektor Institut Perbanas), dan Profesor Bayu Krisnamurthi (IPB University). Sedangkan 83 presenter akan tampil menyampaikan materi dan poster.
Bagikan