Sekolah Kita
15 Maret, 2022 04:25 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Melalui peraturan daerah (Perda), Pendidikan Pancasila yang diwajibkan pemerintah melalui PP Nomor 4 Tahun 2021, akan digabungkan dengan pembelajaran muatan lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara nasional, pendidikan Pancasila dan kebudayaan adalah dua yang tidak dipisahkan karena satu rasa.
Pada 14 Januari 2022, DPRD DIY yang diwakili Komisi A mengesahkan Perda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, yang intinya adalah memasifkan kembali nilai-nilai serta ideologi Pancasila kepada seluruh elemen masyarakat. Mereka diminta lebih banyak menyebarkan keBhinekaan Tunggal Ika.
"Jadi tidak hanya aparatur sipil negara (ASN), Pendidikan Pancasila juga menyasar peserta didik dari tingkat dasar sampai mahasiswa, organisasi politik, organisasi masyarakat, keluarga, guru atau kalangan pengajar, dan tokoh agama," kata salah satu inisiasi Perda Stevanus C. Handoko, kepada Eduwara, Sabtu (12/3/2022).
Dalam implementasinya, Perda ini nantinya akan diselenggarakan dalam tiga model saluran yaitu pendidikan formal yang meliputi sekolah-sekolah, pendidikan informal melalui lembaga kemasyarakatan dan keluarga, kemudian lewat nonformal seperti pelatihan ataupun ekstrakuler di sekolah.
Perwakilan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini mengatakan dalam implementasinya, Perda ini menggandeng Disdikpora, Kesbangpolinmas, Dinas Kebudayaan, Dinas Kominfo dan Badan Diklat Kepegawaian.
Ke depan, proses penyelenggaraan Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan tidak lagi dilakukan dengan cara konvensional. Namun, Stevanus meminta dilaksanakan dengan cara mengadopsi perkembangan teknologi yang ada.
"Ini juga sesuai dengan kondisi sekarang, di mana saat ini mayoritas penduduk usia kelompok milenial dekat dengan dunia digital. Kita akui di dunia digital, banyak intervensi dari ideologi-ideologi dan wawasan yang berbeda dengan Pancasila," jelasnya.
Secara materi yang akan dirujuk dalam Perda ini, menurut Stevanus, ada tiga konsep utama yaitu pendidikan Pancasila, wawasan kebangsaan dan muatan lokal. Khusus tentang muatan lokal materi yang nanti diajarkan, menurutnya, adalah tentang berbagai budaya yang berkembang di DIY seperti Keistimewaan Yogyakarta.
"Jangan sampai kearifan lokal ditinggalkan. Sebab nilai-nilai kearifan lokal itu merupakan inti dari Pancasila. Jadi budaya dan Pancasila itu tidak bisa dipisahkan," terangnya.
Melihat sejarah panjang tersebut dan peran besar yang dilakukan DIY, Stevanus menyampaikan harapan besar Perda Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan ini menjadi inspirasi berbagai wilayah lain untuk membuat hal yang sama.
Konsep Trikon
Pemerhati pendidikan dari Taman Siswa, Ki Prijo Mustiko saat ditemui sepakat sekarang ini pendidikan tentang Pancasila sebagai ideologi dan kebudayaan sebagai kekayaan bangsa, berkurang diajarkan di sekolah.
"Ini disebabkan karena sistem pendidikan kita memaksa dan menekan. Saya menyebutnya Directing Education. Di mana sistem pendidikan ini seperti mendewakan ijazah, nilai-nilai komersial, dan perundungan” kata Priyo saat ditemui di rumahnya.
Padahal, sejak dulu sistem pendidikan yang dikembangkan Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara itu adalah 'among' dan mengasuh anak dengan memberi kebebasan untuk menjadi subyek, bukan menjadi obyek.
Menurut Prijo, saat ini kehadiran pendidikan dan kebudayaan itu sudah seharusnya diajarkan kembali. Menjabarkan ajaran Ki Hadjar, Ki Priyo menyatakan Pancasila dan kebudayaan Indonesia itu diibaratkan seperti daun sirih.
"Berbeda secara tampilan fisik, namun memiliki satu rasa. Itulah keIndonesiaan kita," jelasnya.
Baginya yang terpenting sekarang ini, untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, pemangku kebijakan dunia pendidikan seharusnya menerapkan konsep Trikon yang sudah dijalani Tamansiswa sejak lama.
Kontinyu, artinya mengajarkan dan mengali secara berkesinambungan nilai-nilai budaya lokal yang ada di satu daerah. Konvergen, menyerap atau mengadopsi nilai-nilai budaya luar yang sesuai dengan budaya lokal. Terakhir Konsentris, mampu mempelajari kemajuan bangsa lain tanpa meninggalkan karakter budaya lokal sebagai pusatnya.
Wakil Ketua Bidang Pendidikan Majelis Luhur Tamansiswa, Ki Sunardi dihubungi terpisah mengatakan saat ini dirinya telah menyelesaikan buku ajar pendidikan Pancasila yang nantinya akan menjadi muatan wajib tingkat SMP/MTs.
"Buku ini kita susun dengan acuan pada Kurikulum Merdeka yang disesuaikan dengan Profil Pelajar Pancasila. Ada empat hal yang nantinya diajarkan lewat buku ini yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI," paparnya.
Khusus di DIY, Ki Sunardi mengatakan dulu dirinya pernah diajak rapat untuk menyiapkan bahan ajar yang menghubungkan nilai Pancasila dan kebudayaan DIY. Namun hal itu tidak berlanjut lagi.
"Adanya muatan lokal dalam pendidikan Pancasila sebenarnya tidak masalah, malah itu akan menjadi ciri khasnya. Hanya nanti penyampaian implementasinya harus disesuaikan dengan daerah. Materi tetap mengacu pada materi nasional, namun dikolaborasikan dengan kebudayaan lokal," lanjutnya.
Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya menerangkan, Perda yang dilahirkan legislatif ini sudah sesuai dengan PP nomor 4/2022 tentang hadirnya pendidikan Pancasila di sekolah.
"Ini sejalan dengan pemerintah pusat dan akan terimplementasi secara implisit dalam pembelajaran. Materi pendidikan Pancasila dan wawasan kebudayaan nantinya akan menjadi pelajaran wajib. Sedangkan budaya lokal akan disampaikan lewat ekstrakurikuler," terangnya.
Khusus untuk apa yang nantinya akan disampaikan dalam pembelajaran muatan lokal, Didik mengatakan pihaknya saat ini menunggu hadirnya Peraturan Gubernur (Pergub). Diharapkan pada tahun ajaran depan materi sudah bisa disampaikan ke siswa.
Bagikan