logo

EduBocil

Anak Rentan Terdampak, Mitigasi Bencana Penting Diberikan Sejak Dini

Anak Rentan Terdampak, Mitigasi Bencana Penting Diberikan Sejak Dini
Senior Programme Associate United States World Food Programme (UN WFP) Erik Nugroho memaparkan pencegahan risiko bencana bagi satuan pendidikan dalam Webinar Edukasi Mitigasi Bencana Direktorat Sekolah Dasar. (YouTube Direktorat Sekolah Dasar)
M. Diky Praditia, EduBocil05 April, 2022 04:53 WIB

Eduwara.com, SOLO – Pendidikan mitigasi bencana penting diberikan kepada anak sejak sekolah dasar (SD). Hal itu karena anak adalah salah satu yang paling rentan ketika bencana terjadi.

Senior Programme Associate United States World Food Programme (UN WFP) Erik Nugroho memaparkan, setidaknya anak akan mengalami empat dampak ketika terjadi bencana. Pertama, dampak fisik. Anak lebih rentan tekena dampak fisik seperti luka-luka, cacat, bahkan meninggal dunia 

Kedua, dampak ekonomis. Mengingat anak belum bisa mandiri, masih bergantung orang tua, maka ketika orang tua terdampak bencana, anak secara otomatis ikut terdampak. Misalnya, ketika orang tua kehilangan pekerjaan, rumah, atau aset lainnya akibat bencana, kehidupan anak akan ikut berubah, termasuk pendidikan anak.

Ketiga, ada dampak psikososial, yaitu kemampuan belajar akan menurun, tidak lagi mempunyai semangat belajar, yang lebih parah anak bisa saja sampai mengalami trauma,” jelas Erik dalam Webinar Edukasi Mitigasi Bencana yang diselenggarakan Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Jumat (1/4/2022).

Keempat, dampak pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan menjadi rusak. Dokumen pendidikan juga kerap hilang sehingga berpotensi menurunkan kualitas pendidikan akibat bencana.

Untuk  mencegah atau mengurangi risiko tersebut, menurut Erik, perlu pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana di sekolah-sekolah dasar. Salah satunya dengan menyelenggarakan Program Satuan Aman Bencana (SPAB) di sekolah.

“Pelatihan SPAB bisa diikuti oleh semua satuan pendidikan, mulai dari guru, tenaga kependidikan lainnya, komiten pendidikan, serta peserta didik,” jelas Erik. 

Pelatihan bisa dimulai dengan mengkaji risiko bencana secara bersama, termasuk dengan siswa. Kemudian membentuk rencana aksi dan membentuk tim siaga bencana sekolah dan melakukan penyusunan tetap untuk masa pra, saat, dan pasca bencana. 

“Terakhir, melakukan simulasi mitigasi dengan semua elemen pendidikan,” ujar dia.

Dengan pendidikan dan pelatihan tersebut, sekolah diharapkan memiliki kajian risiko bencana, seperti pemetaan ancaman, kapasitas, dan kerentanan. Sekolah juga memiliki alat perlengkapan kesiapsiagaan bencana sesuai ancaman.

“Sekolah juga akan memiliki tim siaga yang terlatih dan terampil,” tegasnya.

Selain itu, sekolah yang melakukan pelatihan mitigasi bencana, memiliki sarana dan prasarana rambu jalur evakuasi,peta evakuasi, titik kumpul, dan peringatan dini, serta prosedur keselamatan sehingga memudahkan warga sekolah sigap ketika terjadi bencana.

“Agar warga sekolah terap paham mitigasi bencana, maka simulasi bencana perlu dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun,” papar Erik.

Read Next