Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold pada Kamis (2/1/2025). Menariknya. permohonan Judicial Review tentang ambang batas pencalonan presiden ke MK tersebut diinisiasi oleh empat mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Keempat mahasiswa FSH UIN Sunan Kalijaga tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Tsalis Khoirul Fatna dan Rizki Maulana Syafei dan Faisal Nasirul Haq. Tiga di antaranya, yaitu Enika, Tsalis dan Rizki merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Hukum Tata Negara Angkatan Tahun 2021. Sedangkan Faisal berasal dari Prodi Ilmu Hukum Angkatan Tahun 2021.
“Kami adalah mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) yang ada di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” kata Enika, saat tim mahasiswa diperkenalkan ke media, Jumat (3/1/2025).
Keempat mahasiswa FSH UIN Sunan Kalijaga ini merupakan pemohon ke-33 yang mengajukan hak uji materi terhadap peraturan ambang batas yang sudah berlaku sejak 2004. Mereka juga yang pertama kali permohonannya dikabulkan oleh MK.
Keputusan pengajuan permohonan hak uji materi ini bermula dari keberhasilan tim ini menjadi juara debat nasional yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 2023 dengan tema besar mengenai ambang batas pencalonan presiden.
Keputusan pengajuan permohonan hak uji materi ini bermula dari keberhasilan tim ini menjadi juara debat nasional yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 2023 dengan tema besar mengenai ambang batas pencalonan presiden.
Mengapa pengajuan permohonan dilakukan setelah pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres)/Pemilihan Legislatif (Pileg) Tahun 2024?
Menurut Enika, hal tersebut supaya nantinya ketika sembilan hakim MK mengeluarkan keputusan tidak mendapatkan tekanan-tekanan yang luar biasa dari pihak manapun. Hal ini termasuk tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat politis, sehingga keputusan MK tersebut benar-benar kajian akademik dari substansi hukum.
Jihad Konstitusi
Rizki menambahkan selama 11 bulan mengawal permohonan, MK menyelenggarakan tujuh kali sidang permohonan. Tercatat, dua kali tim harus hadir dalam sidang tersebut secara langsung. Sedangkan siding-sidang lainnya bisa dihadiri secara online karena tim sedang mengikuti KKN.
“Pelajaran penting dari proses ini adalah kami berhasil mengubah peta perpolitikan Indonesia yang selama ini diinginkan rakyat. Ini juga membuktikan bahwa wakil rakyat di Dewan ternyata belum mampu memenuhi keinginan rakyat,” ucapnya.
Rizky juga menceritakan bahwa pada awal pengajuan permohonan, tim mereka memang pesimis bisa memenangkan permohonan ini. Hal ini yang menyebabkan tim kemudian memutuskan tidak perlu menggunakan pengacara. Alhasil, dalam penyusunan dalil-dalil permohonan, mereka dibantu oleh alumni-alumni Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK).
Ketua Prodi Hukum Tata Negara FSH UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, saat dihubungi mengatakan tiga mahasiswa dalam tim tersebut berasal dari prodi yang dipimpinnya. Sedangkan satu orang lainnya berasal dari Prodi Ilmu Hukum FSH UIN Sunan Kalijaga.
“Dikabulkannya permohonan Judicial Review oleh MK ini sangat bermakna penting. Empat mahasiswa kami langsung melakukan jihad konstitusi dengan langsung menjadi pemohon dan pengajuan berkas ke MK ini sangat kami apresiasi,” katanya.
Sebagai fakultas yang lahirnya belakangan, lanjut Gugun, keberhasilan tim tersebut menjadi pertanda bahwa mahasiswa FSH UIN Sunan Kalijaga mampu belajar cepat dengan langsung melakukan praktik pengujian hukum ke MK.
Keputusan ini juga menjadikan keempat mahasiswa FSH UIN Sunan Kalijaga menjadi salah satu pihak yang memiliki legal standing, dengan mengajukan partisipasi rakyat yang bermakna. Dengan kata lain, mahasiswa menjadi perwakilan suara rakyat.
Keputusan MK ini juga membuat optimisme bahwa pendidikan demokrasi dan konstitusi berhasil mewujudkan keinginan penghapusan peraturan ambang batas presiden yang sudah diajukan berkali-kali ke MK.
“Itu artinya, apa dugaan atau tuduhan demokrasi MK itu di-oligarki, tunduk pada kekuatan dinasti, tidak benar juga dari putusan ini,” lanjutnya.
Gugun menceritakan keempat mahasiswa FSH UIN Sunan Kalijaga ini tergabung dalam komunitas pemerhati konstitusi yang aktif berdebat. Artikel ilmiah mereka tentang hukum banyak di-publish di jurnal-jurnal ilmiah hukum.
Gugun juga melihat keberhasilan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menjadi bukti bahwa saat ini pada demokrasi Indonesia tidak ada lagi kepentingan politik kekuasaan. Sebaliknya, malah melahirkan masa depan demokrasi, pendidikan demokrasi dan konstitusi yang jauh lebih bermakna serta lebih awet.