logo

Sekolah Kita

Membuka Kepompongku

Membuka Kepompongku
Siswa-siswi SMA Kolese Gonzaga mengikuti Jambore yang diselenggarakan di Waduk Jatiluhur pada 13-16 April 2025. Kegiatan ini mengusung tema “Merawat Bumi Rumah Kita”. (EDUWARA/Dok. Pribadi)

Self Transcending for the Greater Good

TANGGAL 13-16 April 2025, 4 hari dan 3 malam yang tidak akan pernah kulupakan. Aku sudah memikirkannya jauh-jauh hari. Awalnya, aku deg-degan. Aku memikirkan apakah aku dapat mengikuti kegiatan Jambore dengan baik atau tidak. Aku meragukan kemampuan fisikku. 

Aku juga sempat meragukan kelompok Jamboreku, yaitu kelompok Santo Augustinus, karena aku tidak begitu kenal dengan mereka awalnya. Akan tetapi, mau atau tidak, takut atau tidak, aku tetap harus menjalankannya. 

Tanggal 13 April pun tiba. Saatnya aku berangkat untuk pergi mengikuti Jambore ke Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Kesan pertamaku terhadap Waduk Jatiluhur adalah sangat bagus. Pemandangan yang ditawarkannya sangat mengagumkan. 

Namun aku tahu, bahwa semuanya tidak akan seenak seperti yang terlihat saat pertama kali. Dan ternyata, memang benar. Banyak kegiatan yang membuatku merasa kewalahan. Ada yang membuatku takut, ada yang membuatku lelah, dan ada yang membuatku kesal. 

Pada malam pertama Jambore, kelompokku sudah mulai menghadapi tantangan. Beberapa teman kelompokku kehilangan carrier-nya. Tidak hanya itu, alat masak kelompokku juga banyak yang hilang. Kami merasa kesulitan, terutama dalam hal memasak. 

Seperti kata Miss Irin pada hari berikutnya “17 kelompok kenyang, tapi 1 kelompok kelaparan.” Hal ini tidak terjadi sekali saja, tetapi beberapa kali, karena kami baru menemukan alat masak kelompok kami beberapa hari kemudian. Akan tetapi dari kejadian ini, aku dapat meningkatkan kemampuanku dalam memasak. 

Aku sebenarnya tidak terlalu ahli memasak. Di rumah pun, aku kurang bisa memasak. Tapi entah mengapa, setiap kali kegiatan berkemah di sekolah, aku selalu bisa memasak, bahkan cepat dalam memasak. 

Melatih Empati

Kegiatan pertama yang aku jalani adalah deep learning. Aku mewawancarai para warga yang tinggal di sekitar Waduk Jatiluhur mengenai dampak pembangunan Waduk Jatiluhur bagi mereka. Aku senang untuk mewawancarai mereka. 

Sebenarnya aku sedikit deg-degan, karena aku sadar biasanya aku sedikit canggung untuk berbicara dengan orang-orang baru. Tetapi aku senang karena aku mendapatkan pemahaman baru yang mendalam tentang bagaimana keadaan sebenarnya warga yang tinggal di sekitar Waduk Jatiluhur serta memahami perasaan mereka. Aku merasa empatiku benar-benar terlatih saat itu. 

Setelah itu, aku mengikuti high ropes. Saat melihat teman-temanku mencobanya, aku berpikir bahwa itu tidak terlalu menakutkan. Aku sudah pernah mencoba high ropes sebelumnya, dan menurutku, high ropes di Jambore tidak semenakutkan itu.  Tetapi, ternyata tidak. Saat aku sudah di atas dan mencobanya, ternyata sulit. Rasanya sangat berat, tubuhku tidak stabil. Aku sudah sangat deg-degan. 

Teman-temanku yang berada di bawah sudah menyemangatiku. Tapi entah mengapa, itu semua terasa kurang berguna. Masih saja aku merasa deg-degan. Tetapi begitu aku berkata, “Tuhan, tolong aku,” aku merasa lebih baik. 

Aku merasa tubuhku menjadi lebih stabil dan pikiranku lebih tenang. Beberapa kali selalu seperti itu. Aku menjadi sadar bahwa pertolongan Tuhanlah yang terpenting. Begitu kita meminta tolong kepada-Nya, pasti hati kita akan merasa lebih lega. 

Kegiatan yang benar-benar aku tunggu dan yang paling berkesan bagiku adalah rafting. Aku sudah menunggu-nunggunya sejak pertama kali aku mengetahui bahwa Jamboreku akan berlangsung di Waduk Jatiluhur. 

Awalnya aku sempat deg-degan, bagaimana jika rakit kelompokku tenggelam. Tetapi ternyata dengan kerja kelompok yang bagus, rakitku dapat terbentuk secara baik, sehingga kami dapat mendayung hingga tujuan dengan selamat. 

Aku sangat senang mengikuti Jambore. Aku juga merasa bangga terhadap diriku sendiri karena aku dapat menunjukkan performa terbaikku selama Jambore. Aku berhasil melampaui batas diriku. Aku berhasil mengalahkan beberapa ketakutanku, seperti ketinggian saat melakukan high ropes dan juga ketakutanku terhadap serangga-serangga saat melalui solo night

Merawat Alam

Sebenarnya semua kegiatan yang aku lakukan di Jambore sangat berkesan bagiku, tetapi jika diceritakan satu-satu, maka akan sangat panjang. Tetapi ada satu hal yang sangat aku perhatikan selama Jambore, yaitu kesadaran masyarakatnya. Terdapat cukup banyak sampah yang berserakan di Waduk Jatiluhur. 

Jika aku bandingkan dengan keadaan di Hutan Kota Gelora Bung Karno, memang berbeda. Tidak ada sampah yang berserakan di sana. Akan tetapi, salah satu temanku sempat memperhatikan bahwa pengunjung Hutan Kota Gelora Bung Karno sebenarnya masih membuang sampah sembarangan. 

Keadaan yang bersih di sana hanya tercipta karena bantuan para petugas di sana yang membersihkan. Ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat di sekitar Waduk Jatiluhur dan pengunjung Hutan Kota Gelora Bung Karno terhadap sampah masihlah kurang. 

Sebagai manusia yang masih hidup di bumi, kita tentu membutuhkan alam untuk mempertahankan keberlangsungan hidup kita. Perilaku para warga di sekitar Waduk Jatiluhur dan para pengunjung Hutan Kota Gelora Bung Karno adalah salah satu contoh sikap yang perlu kita hindari, karena tidak menunjukkan kepedulian kita terhadap alam. Padahal, jika kita tidak merawat alam, siapa lagi yang akan merawatnya? 

Awalnya memang aku tidak begitu suka dengan kegiatan-kegiatan di alam. Tetapi, setelah melalui Jambore selama 4 hari dan 3 malam, aku membuka kepompongku dan menjadi sadar, bahwa alam tetap sangatlah penting bagi hidup manusia, mau kita suka atau tidak. 

Sebagai seorang siswi SMA Kolese Gonzaga, aku ingin membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap sampah, agar turut membantu merawat alam, yang juga selaras dengan tema Jambore kali ini yaitu “Merawat Bumi Rumah Kita.” 

Pelampauan batas diri yang dialami pada diri kita masing-masing akan berguna jika kita gunakan untuk membantu sekitar kita, entah sesama manusia maupun alam. (Veronica Tilottama D. Gayatri, siswi SMAK Kolese Gonzaga)

Read Next