Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Beragam permainan tradisional dinilai mampu mengajarkan nilai-nilai kebersamaan pada anak didik usia dasar. Kehadiran permainan tradisional di sekolah diharapkan semakin memantapkan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mewujudkan program 'Sekolah Ramah Anak'.
Bertajuk 'Nguri-Uri Kabudayan Jawi, Mbangun Generasi Berbudi', beragam permainan tradisional dihadirkan Minggu (19/6/2022) dalam rangka puncak peringatan Harlah Fatayat Bantul.
Festival Dolanan Anak ini diselenggarakan di Rumah Dinas Bupati Bantul dan diisi dengan talkshow 'Membangun Kembali Eksistensi Dolanan Anak sebagai Media Pendidikan Karakter Generasi Bangsa'.
Ketua penyelenggara Dian Utami menjelaskan pemilihan permainan tradisional sebagai tema besar merupakan upaya mewujudkan pelestarian kebudayaan Jawa khususnya pada permainan tradisional.
"Harapannya dengan mengenal beragam permainan dan dolanan tradisional di 'Pojok Dolanan' yang sudah kita siapkan, anak-anak generasi sekarang ini mengenal dolanan dan bisa terus melestarikan," katanya.
Bersama dengan pembimbing Kampung Dolanan Bantul, anak-anak yang hadir diajak bermain seperti bas-basan, dakon, egrang bathok, jamuran, dan ancak-ancak alis.
Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non Formal (PNF) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bantul Kodrat Untoro mengatakan hampir semua permainan tradisional yang dimiliki Indonesia menimbulkan rasa kebersamaan.
"Semua permainan tradisional kita tidak bisa dilakukan sendirian, harus dilakukan bersama-sama. Ini menumbuhkan dan mengajarkan rasa kebersamaan. Seharusnya karakter pendidikan seperti ini, tidak mengedepankan individualism," jelasnya.
Karenanya untuk lebih memasifkan permainan tradisional dikenal generasi sekarang dan sebagai upaya menjauhkan anak dari ketergantungan telepon pintar, Disdikpora Bantul menggalakkan kehadiran permainan serta olahraga di sekolah.
"Dinas Kebudayaan pada 2018 mencatat ada 16 permainan dan 12 olahraga tradisional yang terdaftar. Semua ini akan didorong untuk dikenalkan anak didik di sekolah," lanjutnya.
Metode Pembelajaran
Dari Kampung Dolanan Bantul, Umi Khasanah memaparkan permainan tradisional yang semakin ditinggalkan, baik kegiatan fisik maupun tembang mengajarkan metode pembelajaran wicara, wirama, wiraga dan wirasa.
Wicara berarti anak dapat belajar pengucapan tembang dengan jelas. Wirama, anak dapat belajar nada dalam bermain. Wiraga, anak terpacu motorik halus dan kasarnya dalam permainan. Wirasa, anak akan dilatih welas asih dengan teman dalam permainan.
"Eksistensi permainan tradisional harus terus dibangun mulai dari lingkungan keluarga masing-masing. Peran orang tua sangat penting di sini, tanpa keterlibatan mereka kehadiran permainan tradisional semakin cepat hilang," jelasnya.
Ketua PAUD Bantul Emi Masruroh menyampaikan untuk mengembalikan eksistensi dolanan anak sebagai media mencetak anak-anak generasi penerus berkualitas dan berkarakter harus dimulai dari perempuan.
"Sebagai sosok yang selalu mendampingi anak-anak. Permainan tradisional akan mendorong anak-anak untuk saling mengenal antar teman dan saudara. Rasa bahagia akan tumbuh dalam melaksanakan permainan tradisional bersama," katanya.
Dirinya juga memastikan program pengenalan permainan dan olahraga tradisional di Bantul sejalan dengan program Sekolah Ramah Anak yang saat dini tengah diperluas di seluruh sekolah.