logo

Kampus

Asupan Susu Rendah Picu Stunting, Akademisi UNDANA Tawarkan Tiga Strategi

Asupan Susu Rendah Picu Stunting, Akademisi UNDANA Tawarkan Tiga Strategi
Dekan FKM UNDANA, Apris. Dalam rangka memperingati Hari Susu Nasional yang jatuh setiap 2 Oktober, Apris menyoroti tentang rendahnya asupan susu yang menjadi salah satu faktor signifikan penyebab tingginya angka stunting di tanah air. (EDUWARA/Dok. UNDANA)
Setyono, Kampus23 Oktober, 2025 18:06 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Konsumsi susu di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara ASEAN. Rendahnya asupan susu menjadi salah satu faktor signifikan penyebab tingginya angka stunting di tanah air.

Ini sebuah fakta yang disoroti Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Apris, dalam rangka memperingati Hari Susu Nasional yang jatuh setiap 2 Oktober.

Menurut Apris, susu merupakan kebutuhan esensial bagi tumbuh kembang anak. Namun, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, segelas susu masih menjadi sebuah kemewahan akibat masalah ekonomi rumah tangga.

“Angka stunting yang tinggi ini salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi susu yang rendah,” ujar Apris, Kamis (23/10/2025). 

Dari perspektif kesehatan masyarakat, kekurangan protein hewani dari susu berdampak langsung pada gizi dan perkembangan anak. 

Lebih dari sekadar pelengkap, susu adalah sumber gizi utama yang berperan penting dalam menunjang pertumbuhan otak, tulang, dan gigi. Dengan lebih banyak mengonsumsi susu, anak-anak bisa tumbuh lebih sehat, kuat, dan menjadi orang-orang yang pintar.

Strategi Utama

Selain isu konsumsi, Apris juga menyoroti masalah produksi susu di dalam negeri. Indonesia masih sangat bergantung pada impor karena beternak sapi perah tidak dapat dilakukan di semua wilayah.

Apris mengatakan hanya beberapa spot yang bisa dilakukan peternakan sapi, karena harus mempunyai suhu yang baik, contohnya di daerah Bogor.

“Dalam mengatasi masalah ini dan membangun generasi Indonesia yang unggul, saya melihat ada tiga strategi utama yang bisa dilakukan,” kata Apris.

Pertama, edukasi tentang gizi arus dimulai dari tingkat keluarga dan sekolah. Pemerintah, akademisi, dan media harus berkolaborasi untuk membangun literasi gizi.

Kedua, mendorong riset dan inovasi peternakan lokal. Di sini, akademisi memiliki peran krusial dalam mengembangkan solusi berbasis riset. Apris berharap penelitian mengenai perkembangbiakan sapi perah dapat diterapkan secara merata di berbagai wilayah.

Ketiga, kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, LSM, dan media. Tujuannya adalah memastikan semua anak, dari Sabang hingga Pulau Rote, mendapatkan akses susu yang terjangkau.

"Anak-anak kita harus mampu mendapatkan akses mengonsumsi susu dengan baik, dengan harga yang terjangkau dan murah," katanya.

Apris menekankan peningkatan konsumsi susu adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi Indonesia yang sehat secara fisik dan mental, guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Dengan memberikan makanan bergizi, Indonesia akan memperoleh generasi yang unggul dan sehat.

Read Next