logo

Sekolah Kita

Di Mata Masyarakat, Mutu Sekolah Tergantung Asesmen

Di Mata Masyarakat, Mutu Sekolah Tergantung Asesmen
Para guru di SD Muhammadiyah Sapen Kota Yogyakarta memadukan dua model pembelajaran, yaitu tatap muka dan tatap mata dalam kesempatan belajar yang sama, sehingga semua siswa tetap dapat terhubung dengan guru saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. (EDUWARA/Ida Gautama)
Setyono, Sekolah Kita05 Desember, 2021 07:00 WIB

Eduwara.com, JOGJA — Penerapan asesmen dalam sistem pendidikan Indonesia dianggap mampu meningkatkan mutu satuan pendidikan atau sekolah dari tingkat dasar sampai menengah. Keberadaan asesmen menjadi panduan mutu sebuah sekolah di mata masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh pendiri Sanggar Anak Alam (Salam) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Wahyaningsih dalam wawancara khusus dengan Eduwara.com, Sabtu (4/12/2021).

"Sekarang ini kenapa asesmen? Banyak orang yang belum membaca secara tuntas, namun sudah mengatakan asesmen hanya ganti nama dan esensinya sama. Padahal itu sangat berbeda," kata  Wahya.

Sebagai salah satu anggota dari Tim Penyusun Buku Standar Nasional Pendidikan yang nantinya menaungi penerapan Kurikulum 2022, Wahya melihat asesmen diterapkan untuk lebih melihat sistem pembelajaran yang diterapkan pada satuan pendidikan.

"Kira-kira anak itu paham ndak sih dengan apa yang diberikan. Asesmen tidak berhubungan kepada mata pelajaran tetapi lebih pada penguasaan materi literasi anak didik, baik baca tulis maupun numerasi dan pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari," tuturnya.

Asesmen yang dilaksanakan tepat pada dua tahun terakhir anak menempuh pendidikan dasar hingga menengah dianggap mampu membantu membantu anak menguasai dasar literasi, yaitu baca tulis dan numerasi hingga tuntas sehingga bisa meningkatkan proses pembelajaran.

"Sistem sekarang ini anak-anak hanya diajari menulis angka dan huruf secara tersurat serta tersirat. Asesmen memberikan kesempatan lembaga untuk memperbaiki kemampuan baca, berlogika, dan bernalar pada kesempatan setahun terakhir sehingga anak sudah siap," lanjut Wahya.

Lewat asesmen, guru mampu menilai apakah anak didik benar-benar punya kompetensi sehingga dalam ujian, yang merupakan penentu pendidikan anak didik mampu menggunakan pemahaman dari proses belajar untuk keperluan hidup dan masyarakat.

Selain itu, asesmen diharapkan dapat mengubah peran penilik maupun pengawas sekolah, yang selama ini terkesan mencari-cari kesalahan dari pengajar atau pendidik, sebagai bahan penilaian. Dengan kehadiran asesmen, penilik maupun pengawas diharapkan hadir membersamai satuan sekolah melakukan perbaikan.

Karena terjebak dengan sistem administrasi, selama ini kelulusan anak didik lebih banyak terfokus tiga domain yang terpisah yaitu mampu, terampil dan sikap. Penilaian yang dihadirkan harus berbentuk naratif, sehingga muncul lembaga yang menghadirkan soft file pengisian penilaian otomatis.

"Lewat asesmen, sekarang tiga domain tersebut menjadi kesatuan holistik. Jadi kalau kamu paham terampil maka sikapmu seperti apa. Di sinilah pendidikan karakter masuk, bukan diberikan terpisah," tegasnya.

Karena penilaian akhir tidak lagi dilakukan oleh pemerintah, namun oleh guru dan sekolah, menurut Wahya, asesmen menjadi kunci meraih penilaian dari masyarakat tentang sejauh mana mutu keluaran sekolah. 

Read Next