logo

Sekolah Kita

Dinilai Banyak Masalah, Sekolah Siap Terapkan Kurikulum 2022

Dinilai Banyak Masalah, Sekolah Siap Terapkan Kurikulum 2022
Pengamat pendidikan sekaligus pengurus PKTBS, Ki Darmaningtyas. ((EDUWARA/Dok. Pribadi))
Setyono, Sekolah Kita02 Desember, 2021 21:10 WIB

Eduwara.com, JOGJA -- Kurikulum 2022 yang dilaksanakan di 2.500 Sekolah Penggerak dan akan diterapkan terbatas pada tahun depan masih memiliki banyak masalah. Meski demikian, sekolah akan tetap melaksanakan kurikulum itu sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Demikian rangkuman wawancara yang dilakukan Eduwara.com dengan pengamat pendidikan Ki Darmaningtyas, yang juga Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKTBS), dan Kepala SMK Ki Ageng Pemanahan (KAP) Bantul Wresti Eka Tri Yuliati, Rabu (2/12/2021) malam.

"Saya menyebutnya ‘Kurikulum Senyap’, karena dibuat diam-diam, disosialisasikan terbatas dan diimplementasikan secara tergesa-gesa. Bahkan di akhir materi sosialisasi kepada guru di Sekolah Penggerak tertulis bahan diskusi internal, tidak disebarluaskan," kata Ki Darmaningtyas dalam wawancara secara tertulis.

Dalam pandangannya, meski pada tingkat paradigmatik tidak ada perubahan dari Kurikulum 2013, kecuali hanya perubahan teknis, namun Kurikulum 2022 bukan berarti tanpa ada masalah ketika dilaksanakan secara nasional.

Ki Darmaningtyas melihat masalah pertama yang akan muncul saat pemberlakuan Kurikulum 2022 adalah menyangkut kesiapan guru. Pasalnya, dengan kewenangan atau otonomi mereka mengatur jam pelajaran perminggu, belum tentu guru mampu memenuhinya.

"Seadainya mampu, belum tentu pelaksanaan otonomi itu disetujui pengawas atau kepada dinas setempat. Jika sistem ini disetujui pengawas, ini akan menambah jam kerja sebab jadwal setiap sekolah berbeda," ucapnya.

Bisa saja nantinya untuk mempermudah pengawasan, akan terjadi penyeragaman soal pengaturan jam pelajaran perminggu, sehingga otonomi satuan pendidikan tak terwujud.

Masalah kedua yang akan muncul adalah otonomi penentuan model pendekatan dalam pembelajaran di SD dan SMP, apakah berbasis pelajaran atau tematik. Sebab penentuan ini lagi-lagi akan dipengaruhi oleh dinas pendidikan setempat.

"Ketiga, problem kualitas pendidikan muncul karena penggabungan pelajaran IPA dan IPS di SD. Padahal SD merupakan fondasi untuk meletakkan landasan berpikir keilmuan dan alat menanamkan berpikir keilmuan adalah pelajaran IPA. Kalau pelajaran IPA digabung dengan IPS apa tidak makin tumpul?" tanyanya.

Dampaknya, menurut Ki Darmaningtyas, ketika dalam penjurusan di SMA khususnya kelas XI, siswa tidak fokus. Mereka yang tidak suka pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, atau Sejarah akan tersiksa selama setahun.

Demikian juga penjurusan Vokasi/Karya Kreatif serta Seni dan Budaya di SMA juga menjadikan arah SMA semakin tidak fokus: menyiapkan calon-calon masuk ke universitas atau pesaing SMK.

"Melihat banyaknya permasalahan yang akan muncul, sangat memungkinan Kurikulum 2022 hanya akan bertahan selama Nadiem Makarim menjadi Mendikbudristek. Pasca itu, akan kembali ke Kurikulum 2013 yang disempurnakan," tutupnya.

Namun meski dinilai banyak masalah, Kepala SMK Ki Ageng Pemanahan (KAP) Bantul Wresti Eka Tri Yuliati menyatakan siap melaksanakan Kurikulum 2022 sesuai kebijakan pemerintah.

"Sekolah kita terpilih sebagai Sekolah Penggerak dan selama beberapa waktu terakhir ini kita terus mendapatkan pendampingan tentang pelaksanaan kurikulum itu ke depannya," jelasnya.

Jika dibandingkan dengan Kurikulum 2013, Wresti melihat di kurikulum yang baru ada banyak penyelarasan atau mix and match antara dunia kerja dengan sistem pendidikan yang dijalankan. Tentunya jika dibawa ke lingkungan SMK KAP, hal ini sejalan dengan kurikulum yang diajarkan.

Namun dalam pelaksanaanya nanti, Wresti melihat masih diperlukan waktu yang lebih lama. Pasalnya, selain dibutuhkan perubahan pola pikir guru-guru pengajar, penerapan kurikulum ini juga dilakukan secara terkoordinasi, tidak bisa mandiri. 

Read Next