Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Dua tim dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) skema penugasan guru besar dan tenaga dosen struktural melakukan pendampingan masyarakat di Kota Yogyakarta dan Kulon Progo.
Di Kota Yogyakarta, tim dosen mendampingi mitra warga Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM Jogja) dan masyarakat Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, melalui pelatihan pembuatan eco enzim dan sabun herbal ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah rumah tangga.
Tim tersebut terdiri dari Dosen Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) UNY yaitu Eli Rohaeti, Suwardi dan Dini Rohmawati.
“Pelatihan untuk memberikan solusi bagi pengelolaan limbah rumah tangga berupa minyak goreng bekas, sisa buah-buahan, dan sisa bagian sayur-sayuran agar menjadi produk bernilai jual,” tutur Ketua tim, Eli Rohaeti pada Kamis (4/9/2025).
Melalui pelatihan ini, masyarakat bisa menjadikan minyak goreng bekas sebagai bahan utama pembuatan sabun. Kemudian, limbah buah- buahan dan sayur-sayuran dapat difermentasi menjadi eco enzim sebagai bahan aditif dalam pembuatan sabun.
Eli Rohaeti menambahkan, pelatihan ini mudah dilakukan karena memanfaatkan bahan yang mudah diperoleh dan harganya murah, tidak memerlukan modal besar serta alat sederhana.
“Dengan berwirausaha di bidang pembuatan eco enzim dan sabun, diharapkan warga dapat meningkatkan jiwa kewirausahaan dan kemandiriannya sehingga pada akhirnya penghasilan warga dan tingkat perekonomian warga meningkat,” katanya.
Destinasi Wisata
Sedangkan tim dosen yang memberikan pelatihan di Kulon Progo terdiri dari dua dosen FMIPA UNY, yaitu Ahmad Kamal Sudrajat dan Kuntum Febriyantiningrum., serta satu dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY, yaitu Wulan Tri Puji Utami.
Tim ini memberikan pendampingan pengelolaan destinasi wisata di Bukit Cubung, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah dengan mengusung konsep ekoeduwisata yang menekankan pada konservasi lingkungan, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
“Bukit Cubung dikenal memiliki keindahan lanskap karst berupa gua, pegunungan kapur, mata air, serta keanekaragaman flora-fauna khas. Potensi ini kini dikembangkan bukan hanya sebagai objek rekreasi, melainkan juga sebagai ruang belajar tentang geologi, ekologi, dan kearifan lokal,’ kata ketua tim Ahmad.
Salah satu kegiatan unggulan yang diperkenalkan adalah ecoprint, yaitu teknik seni memanfaatkan daun dan tumbuhan sekitar untuk menghasilkan motif alami pada kain. Inovasi ini diharapkan menjadi daya tarik baru sekaligus media pembelajaran tentang keragaman hayati dan kreativitas ramah lingkungan.
Selain pelatihan ecoprint, pendampingan juga meliputi pembentukan tim pengelola desa, pelatihan pemandu wisata lokal, serta pembangunan fasilitas sederhana seperti papan informasi dan media promosi.
Ke depa, kata Ahmad, kegiatan ekoeduwisata ini diharapkan dapat merangkul produk UMKM desa, termasuk hasil ecoprint, kuliner tradisional, dan kerajinan lokal. Hasil kreatifitas karya desa ini nantinya juga akan terintegrasi dalam paket wisata edukatif yang ditawarkan kepada pengunjung.
“Dengan ekoeduwisata, kami ingin Bukit Cubung bukan sekedar tempat wisata, melainkan juga ruang belajar dan ruang berkarya masyarakat. Ecoprint adalah contoh bagaimana kearifan lokal dan kreativitas bisa mendukung konservasi sekaligus menambah pendapatan warga,” papar Ahmad.