Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Disusun berkesinambungan selama delapan tahun tanpa putus, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menghadirkan kamus Bahasa Jawa-Indonesia. Sebanyak 56.144 lema dimuat di kamus setebal 902 halaman.
Berlangsung di Kampung Literasi Pakem (Kalipa) Sleman, Sabtu (22/1/2022), acara peluncuran didahului dengan diskusi 'Urgensi Kamus Literasi' dengan narasumber Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM Faruk, penulis sastra Jawa Budi Sardjono dan anggota Komis D DPRD DIY Syukron Arif Muttaqin.
Dalam paparannya, Faruk mengatakan kehadiran kamus Bahasa Jawa-Indonesia terbaru ini bakal menjadi fundamental bagi perkembangan bahasa, aksara maupun sastra Jawa. Kamus ini, menurutnya, telah menyerap kosakata baru yang berkembang di masyarakat.
"Ini yang penting. Kamus ini telah mengaplikasikan kata-kata baru untuk diartikan. Selain juga memasukan kata-kata dari zaman kuno sampai sekarang. Dari yang sudah mati sampai yang masih ada. Ini ciri kamus yang bagus," jelasnya.
Kehadiran beberapa kata yang berkonotasi jorok atau lucu yang ditampilkan kamus ini, Faruk menilai menjadi penanda bahwa dalam penyusunan kamus tidak mendiskriminasikan kata-kata dalam komunikasi harian di masyarakat.
Sebagai terbitan resmi pemerintah yaitu Balai Bahasa, kamus Bahasa Jawa-Indonesia ini menjadi penanda penting, sebagai ‘polisi’ bahasa dalam penulisan. Tugas ini sama seperti yang diemban oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
"Ke depan semua kata yang ada di masyarakat harus masuk, jangan dipisah-pisah. Saya kira pemisahan bisa dilakukan nanti untuk kata-kata Bahasa Jawa inggil, krama atau ngoko," ungkapnya.
Budayawan Budi Sardjono menggambarkan keberagaman lema yang dimuat di kamus ini dengan kata 'Edyan’.
"Ada banyak kata Jawa yang ternyata bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Contohnya maem, madyang, mangan, mbadhog, dhahar yang di bahasa Indonesia artinya makan," katanya.
Bahkan di kamus yang diterima dirinya tiga minggu sebelum diluncurkan, Budi mengatakan dirinya menemukan pengertian denotasi dan konotasi yang berbeda dari satu kata.
"Ke depan tidak hanya sastra dan aksara yang diperhatikan. Namun pengaplikasian dalam bentuk audio visual tentang tata krama unggah-ungguh juga dihadirkan untuk membimbing generasi muda kita," katanya.
Kepala Balai Bahasa DIY Imam Budi Utomo mengatakan penyusunan kamus ini dimulai sejak 2013 silam. Kendala terberat yang dihadapi tim adalah menemukan kecocokan kata dengan penggunanya.
"Ada banyak narasumber yang kita undang untuk mencocokkan kata. Selain juga menjadikan kamus yang sudah ada sebagai sumber literasi," jelasnya.
Karena disusun di DIY, Imam mengatakan perbendaharaan kata yang ada di kamus adalah cara umum atau bahasa Jawa baku Yogyakarta. Sama seperti KBBI, kamus ini akan terus diperbarui perbendaharaan katanya sesuai perkembangan zaman.