Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Dalam konteks multilingual, Indonesia diwarnai keberagaman bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan pemersatu bangsa, dan beberapa bahasa asing, terutama yang diajarkan di dunia pendidikan, yaitu Bahasa Inggris.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus menyeimbangkan posisi bahasa-bahasa lokal, nasional, dan internasional. Dalam hal ini Indonesia membutuhkan model pendidikan multilingual yang bisa memayungi kehidupan bahasa-bahasa daerah sekaligus mengembangkan bahasa Inggris dan bahasa asing lain yang relevan dengan kebutuhan rakyat dan bangsanya.
Butir pemikiran tersebut disampaikan Guru Besar Bidang Sociolinguistics Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Erna Andriyanti, Jumat (5/8/2022).
"Multilingualisme adalah kemampuan atau tindakan individu dan masyarakat dalam menggunakan lebih dari dua bahasa. Multilingualisme muncul karena adanya kebutuhan untuk berkomunikasi antar individu, lintas masyarakat, lintas suku, lintas bangsa, dan bahkan lintas negara," kata Erna.
Meski demikian, menurut dosen Sastra Inggris FBS UNY tersebut, dalam masyarakat Indonesia yang multilingual tersebut, keberagaman bahasa harus dipandang sebagai anugerah.
"Indonesia yang bersuku-suku dan berbahasa-bahasa tersatukan dengan Bahasa Indonesia, yang juga merupakan identitas dan penciri kebudayaan nasional yang sentral dan menonjol," paparnya.
Pada sisi lain, kebijakan pendidikan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi membuka peluang besar bagi pembelajar untuk cakap menggunakannya.
Kompetensi berbahasa Inggris memungkinkan penuturnya menjalin dan menguatkan tali kerjasama, bernegosiasi, berdiplomasi, dan membangun kesepahaman dengan bangsa lain untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keuntungan bersama.
Empat Tantangan Multilingualisme
Namun, lanjut Erna, ada empat tantangan multilingualisme yang harus diwaspadai. Tantangan yang pertama adalah ancaman kepunahan terhadap bahasa-bahasa daerah di nusantara. Sedangkan tantangan kedua terkait posisi dan perkembangan bahasa Indonesia pada era globalisasi.
Ketiga, berhubungan dengan minimnya kemampuan bahasa Inggris bangsa Indonesia secara umum padahal bahasa internasional ini dianggap memiliki arti yang penting di era globalisasi dan internasionalisasi di berbagai bidang, dan yang keempat adalah peran multilingualisme dalam menopang daya saing bangsa.
"Saya meyakini untuk menjadi sebuah bangsa yang besar, kita harus memiliki akar yang kuat dalam tradisi dan kearifan lokal, nasionalisme yang besar, dan sekaligus daya saing global yang tangguh," tuturnya.
Doktor bidang sosiolinguistik Macquarie University Sydney Australia tersebut menyimpulkan Indonesia membutuhkan model pendidikan multilingual yang bisa memayungi kehidupan bahasa-bahasa daerah sekaligus mengembangkan bahasa Inggris dan bahasa asing lain yang relevan dengan kebutuhan rakyat dan bangsanya.
"Sebuah negara multilingual sebaiknya mengimplementasikan kebijakan-kebijakan bahasa dalam pendidikan yang berfokus pada bahasa daerah dan bahasa nasional di sekolah dasar dan bahasa Inggris di sekolah menengah perlu dipertimbangkan penerapannya di Indonesia" papar Erna.
Pada akhirnya, menerapkan prinsip tawassuth adil dan seimbang menjadi relevan dalam konteks multilingualisme dan pendidikan multilingualisme. Anggota masyarakat, pendidik, dan juga pemerintah perlu secara proporsional memberikan hak bagi setiap individu untuk menggunakan bahasa yang dimilikinya dan mempelajari bahasa yang diinginkannya. Selain itu, hak bagi setiap bahasa untuk ditumbuhkembangkan sesuai fungsinya dan disesuaikan sesuai ranah wilayah penggunaannya.