logo

Kampus

Kisah Dosen Fikes UMM Jalani Puasa Ramadan di Taiwan

Kisah Dosen Fikes UMM Jalani Puasa Ramadan di Taiwan
Muhammad Muslih, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).  (Istimewa)
Fathul Muin, Kampus04 Mei, 2022 06:47 WIB

Eduwara.com, MALANG - Muhammad Muslih, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang kini sedang menempuh studi doktoral di Taipei Medical University, mempunyai beragam pengalaman dan kisah saat menjalani puasa Ramadan di Taiwan.

Dia menjelaskan, saat ini merupakan tahun ke lima menjalani program pendidikan di negeri rantau tersebut. "Kalau Bang Toyib tiga kali puasa tiga kali lebaran, saya sudah lima kali puasa lima kali lebaran di sini," kelakarnya, Senin (2/5/2022).

Karena itulah, dia merasa sudah terbiasa dengan suasana Ramadan di sana. Yang jelas, suasana di luar negeri tentu memiliki perbedaan ketimbang di Indonesia.

Tidak ada budaya membangunkan sahur hingga berburu takjil. Musim juga menjadi kendala saat pertama kali ia ke Taiwan karena berdampak  pada rentang waktu berpuasa yang bertambah dua jam.

" Satu-satunya yang mengingatkan kami, jam dan aplikasi muslim yang ada di gawai. Lamanya waktu puasa juga tergantung musimnya. Kalau April seperti ini, biasanya jam 4.15 sudah shubuh dan magrib sekitar pukul 18.24. Jadi biasanya berpuasa 14 jam, bahkan kalau summer bisa hampir jam tujuh malam," ungkapnya.

Dia bercerita, dirinya biasanya jalan-jalan ke masjid-masjid untuk bertemu dengan saudara-saudara muslim dari berbagai negara.  Muslih yang tinggal bersama anak dan istirinya di Taiwan juga lebih sering menyiapkan makanan berbuka, apalagi mengingat tidak ada festival Ramadan di Taiwan yang menjual makanan berbuka seperti di tanah air.

 "Selama 30 hari Ramadan ini, saya biasanya main ke masjid sekalian iftar dan tarawih. Kalau ke tempat lain, rasanya sama saja seperti hari biasa. Paling seru ya ketika main ke masjid, bertemu saudara muslim dari berbagai negara, berbagi cerita dan makanan," ucapnya.

Terkait makanan, Muslih tidak memiliki makanan favorit selama di sana karena sering memasak sendiri bersama keluarga. Makanan Taiwan cenderung hambar, berbeda dengan kuliner Indonesia yang khas dengan rempah-rempahnya. Kalaupun ingin makan makanan Indonesia di luar, dia  mengajak keluarganya untuk pergi ke restoran yang menyajikan menu Nusantara.

"Taiwan ini merupakan salah satu dari tiga negara tujuan muslim friendly yang terbaik karena banyaknya makanan dan produk halal yang bisa jadi pilihan. Jadi tidak perlu khawatir kesulitan mendapatkannya," ungkap Muslih.

Dia juga merasa senang karena mahasiswa muslim di Taiwan seringkali mengadakan acara buka bersama kemudian dilanjutkan dengan tarawih. Acara seperti itu ia nilai bisa mempererat silaturahmi pada Ramadan.

"Adapun salat tarawih umumnya dilakukan di masjid yang tersebar di beberapa kota. Kalau di Taipei, ada di Taipei Grand Mosque dan Taipei Cultural Mosque. Selain itu, biasanya mayoritas komunitas mahasiswa muslim di tiap tiap kampus juga mengadakan acara buka bersama dan tarawih bersama selama Ramadan," ujarnya.

Read Next