Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Melawan pembajakan buku yang semakin massif, para penerbit diminta melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir hambatan melawan pembajak buku.
Pandangan ini disampaikan saat diskusi publik bertajuk ‘Jogja Lawan Pembajakan Buku’ yang diselenggarakan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DIY di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (DPAD) DIY, Senin (22/1/2024).
Diskusi ini menghadirkan narasumber yaitu Sekjen IKAPI DIY Yusuf Effendi, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Idham Mahdi, dan advokat dari Rumah Hukum Ashfa Azia.
Dalam paparannya, Kombes Idham Mahdi menyampaikan landasan hukum penegakan hukum dalam kasus pembajakan buku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang berasal dari delik aduan.
“Tentunya yang mengadu ini adalah pihak-pihak yang merasa dirugikan terkait dengan produk yang dibajak. Dari aduan ini, penyidik mengambil langkah penyelidikan, penyidikan dan meneruskan ke pihak kejaksaan dan diadili di pihak peradilan,” paparnya dalam rilis Selasa (23/1/2024).
Idham mengatakan pada 2021, terdapat tiga penyelidikan terkait dengan pembajakan buku di Yogyakarta. Meski demikian, para penerbit atau penulis yang tergabung di IKAP minim mengadukan kasus pembajakan buku karena perlu menyiapkan energi, materi, dan usaha untuk melengkapi bukti-bukti pembajakan buku atas karya yang sudah diproduksi.
Judicial Review
Menyikapi hal ini, Ashfa Azkia mengusulkan judicial review atas UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar apa yang menjadi hambatan selama ini dapat diminimalisir.
“Bisa diajukan atas peraturan perundang-undangan jika dirasa merugikan untuk para pelaku industri perbukuan seperti harus melakukan pengaduan terlebih dahulu,” terangnya.
Dengan memberikan rekomendasi atas peraturan tersebut, lanjut Ashfa, diharapkan akan ada peraturan baru yang mendukung proses penegakan hukum yang lebih baik.
Nezar Patria mengatakan pembajakan yang terjadi secara global ini disebabkan pesatnya disrupsi teknologi. Di mana yang tadinya terbatas pada penggandaan konvensional, kini merambah ke versi digital.
“Ada juga situs yang membagikan buku-buku bajakan secara gratis yang gerakannya global. Situs ini sudah pernah ditutup oleh FBI tapi kemudian muncul lagi secara gerilya. Jadi ditutup, muncul lagi,” ujarnya.
Nezar mengungkapkan pemerintah sudah membuka ruang mediasi dengan platform jual-beli yang menjadi ruang persebaran buku-buku bajakan, baik yang digital maupun fisik. Berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, terhitung sejak 2015, Kominfo sudah menurunkan 15.910 konten yang melanggar hak cipta di berbagai platform.
Ketua IKAPI Pusat, Arys Hilman Nugraha yang tersambung online mengatakan pembajakan buku melahirkan energi negatif bagi para pekerja perbukuan dari hulu sampai hilir.
“Pelanggaran hak cipta tersebut merusak energi kreatif para pelaku perbukuan karena dunia penulisan menjadi tidak menarik sebagai bidang pekerjaan, walaupun sumbangsihnya besar dalam pembangunan bangsa. Para penulis saat ini mengalami kehilangan hak moral dan ekonomi atas karya mereka,” ujarnya.