Bagikan:
Bagikan:
Selepas kegiatan pagi di mushola HM Hadjid Busyairi yang berada di lingkungan SLB A Yaketunis Yogyakarta, Syifa mengisahkan cerita tentang awal dirinya bersekolah di sekolah khusus untuk anak penyandang tunanetra itu. Sesekali raut muka siswa kelas 6 itu nampak serius. Ia seakan ingin meyakinkan lawan bicaranya.
Gadis cilik bernama lengkap Syifa Ardianti Ishaputri itu tak tahu, bahwa yang sedang mengajaknya ngobrol adalah wartawan. Syifa, berkisah dengan runtut, bagaimana ia merasa mantap bersekolah di SLB A Yaketunis.
Saat sedang asyik ngobrol, dari salah satu ruang kelas terdengar beberapa anak mengumandangkan takbir. Lantunan takbir itu diiringi tetabuhan dari suara meja yang dipukul seturut irama.
Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallahu akbar. Allaahu akbar walillaailhamd…
Syifa tersentak. Kepalanya sedikit mendongak. Ia dengarkan bunyi takbir itu dengan seksama.
“Itu anak-anak kelas 6, teman-temanku. Mereka lagi latihan takbir. Yuk, kita ke sana saja,” ujar Syifa sambil berdiri.
Ruang kelas itu berada di seberang tempat Syifa duduk. Jaraknya sekitar 7 meter. Syifa berjalan pelan-pelan menyeberangi halaman dalam sekolah. Sesampai di bangunan kelas, tangannya menyentuh besi pegangan rambat yang terpasang di sepanjang dinding kelas. Dengan bantuan pegangan rambat, ia berjalan menuju ruang kelas, tempat teman-temannya berada.
Tiba di depan ruang kelas, Syifa langsung mengumandangkan takbir mengikuti teman-temannya dengan semangat. Kepala dan tubuhnya diayun ke kanan dan ke kiri seturut irama takbir. Ia lalu masuk kelas, mengambil posisi di depan teman-temannya. Seolah-olah menjadi dirigen, Syifa memberi aba-aba kepada teman-temannya agar lebih serempak dan bersemangat mengagungkan nama Tuhan.
Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallahu akbar. Allaahu akbar walillaailhamd…
Syifa memang senang menyanyi dan menyukai musik. Musik pula yang menjadi salah satu alasan Syifa memilih SLB A Yaketunis sebagai tempat menuntut ilmu. Sedari kecil ia sudah mengakrabi musik. Usia 2 tahun, ia suka mendengarkan musik klasik dari YouTube.
Saat ini, Syifa tergabung dengan salah satu komunitas jazz di Kota Yogyakarta. Selama Ramadan, ia menjadi pengisi acara musik religi di ADiTV. Tak hanya itu, Syifa juga mahir memainkan sejumlah alat musik.
“Piano, keyboard, pianika, biola, gitar dan angklung, saya bisa. Waktu kecil, saya pernah les piano, tapi cuma sebentar. Yang lainnya, saya belajar sendiri,” paparnya.
Di SLB A Yaketunis, Syifa dan teman-temannya bukan hanya belajar tentang musik dan menyanyi. Ia dan teman-temannya juga diperkenalkan dengan musik hadroh kontemporer. Ini merupakan salah satu tema yang dipilih SLB A Yaketunis untuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, yaitu Kearifan Lokal Musik Hadroh Kontemporer.
Lingkungan religius
Kepala SLB A Yaketunis Sri Andarini Eka Prapti M.Pd menjelaskan, pada tahun pelajaran 2022/2023, SLB A Yaketunis mulai menerapkan Kurikulum Merdeka. Hal ini menjadi upaya sekolah dalam menumbuhkan pembelajar sepanjang hayat, untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
“Mengapa menggunakan Kurikulum Merdeka? Karena kami adalah salah satu Sekolah Penggerak Angkatan II Tahun 2021 di Kota Yogyakarta,” kata Andarini dalam perbincangan di ruang kerjanya, pekan lalu.
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, lanjut Andarini, merupakan salah satu implementasi dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Pemilihan tema Kearifan Lokal Musik Hadroh Kontemporer telah disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kebutuhan peserta didik dan lingkungan sekolah.
“Lingkungan masyarakat di sekitar sekolah adalah religius. Masyarakatnya peduli dengan peserta didik SLB A Yaketunis. Mereka selalu membantu ketika anak-anak mengalami kesulitan dalam mobilitas. Mereka juga melibatkan anak-anak dalam peringatan hari besar keagamaan di kampung,” jelas Andarini.
Letak SLB A Yaketunis memang berada di tengah perkampungan warga. Tepatnya, di belakang Masjid Danunegaran, tak jauh dari tembok beteng Keraton Yogyakarta. Lorong kecil di samping Masjid Danugeran menjadi akses masuk ke SLB A Yaketunis.
Saat ini, SLB A Yaketunis mempunyai 29 peserta didik. Mereka berada di jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Tidak semua peserta didik adalah anak berkebutuhan khusus (ABK) tunanetra. Menurut Andarini, sebagian peserta didik lainnya adalah penyandang Multiple Disabilities with Visual Impairment (MDVI) atau ABK yang mengalami hambatan penglihatan disertai dengan hambatan lain seperti hambatan pendengaran, fisik, emosi dan sosial, intelektual serta autis.
“Mereka punya minat, bakat dan kemampuan yang berbeda. Kalau dari data sekolah, ada yang bisa memainkan alat musik seperti Syifa. Ada juga yang bisa menyanyi, qiroah, menari, puisi, teater dan merespon suara,” katanya.
Musik hadroh kontemporer, menurut Andarini, diperkenalkan kepada peserta didik SLB A Yaketunis dengan berbagai pertimbangan, di antaranya karena musik hadroh yang original sudah jarang dilirik, apalagi oleh anak-anak muda sekarang. Bahkan ada yang menganggapnya, jadul.
“Padahal hadroh adalah ekspresi seni yang Islami. Dengan mempelajari musik hadroh, mereka bisa belajar tentang budaya dan kearifan lokal, juga perkembangannya. Mereka juga bisa belajar tentang nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam lagu-lagu religi maupun lagu-lagu lain yang sarat dengan pesan moral,” paparnya.
Pembelajaran musik hadroh kontemporer ini diawali dengan memperkenalkan alat musik hadroh original seperti rebana kepada peserta didik SLB A Yaketunis. Satu per satu diminta memegang rebana dan beberapa alat musik lainnya.
“Bulat, kayak piring ya… Ada yang berkomentar seperti itu ketika pertama kali diminta memegang dan mengenali rebana,” kata Andarini.
Setelah itu, peserta didik diajak mendengarkan musik hadroh melalui YouTube. Mereka lalu diminta memainkan alat musik, kemudian belajar menyelaraskannya dengan berbagai macam alat musik yang digunakan dalam musik hadroh kontemporer.
Jadi, tidak hanya pandai memainkan rebana, darbuka, tamborin, keprak dan kempul, mereka juga belajar memainkan saron, keyboard, gitar bass dan biola supaya bisa menghasilkan perpaduan irama musik hadroh yang apik dan menarik.
“Sebagai Sekolah Penggerak, SLB A Yaketunis mendapat bantuan dari pemerintah untuk memfasilitasi pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka, di antaranya bantuan IT dan BOS kinerja. Dana bantuan inilah yang kami gunakan untuk membeli beberapa alat musik hadroh kontemporer,” jelas Andarini.
Sistem Blok
Memahami kondisi peserta didik SLB A Yaketunis, lanjut Andarini, pembelajaran musik hadroh kontemporer dilakukan dengan sistem blok, yaitu pengelompokan jam belajar efektif dalam satuan waktu yang terangkum. Semua peserta didik mulai dari jenjang TKLB, SDLB, SMPLB sampai SMALB belajar bersama-sama dalam waktu yang sama sehingga mereka bisa belajar secara maksimal dan menerima materi pembelajaran secara utuh.
Andarini menambahkan jika pembelajaran musik hadroh kontemporer ternyata juga bermanfaat bagi peserta didik karena dapat digunakan untuk melatih sensorik motorik, dengan cara memegang ataupun memainkan alat-alat musik hadroh.
“Pembelajaran musik hadroh kontemporer ternyata juga bisa membantu menemukan bakat dan minat para peserta didik. Progress-nya juga terlihat, yaitu anak bereaksi terhadap bunyi. Tak hanya itu, mulai muncul percaya diri pada anak,” paparnya.
Kelompok Hadroh Kontemporer SLB A Yaketunis ini, sudah beberapa kali unjuk diri di depan umum. Mereka pernah tampil di sebuah mall di kawasan Sleman, pada Festival Budaya Pendidikan Khusus yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY. Mereka juga pernah tampil dalam Pesta Siaga yang dihelat Kwartir Ranting Mantrijeron Kota Yogyakarta.
Tak hanya itu, mereka juga unjuk diri dalam Festival Seni Tunagrahita di Taman Budaya Yogyakarta. Mereka pernah tampil menyemarakkan acara Pengajian Guru dan Karyawan SLB se Kota Yogyakarta. Beberapa penghargaan pernah diraih kelompok hadroh ini.
“Saya senang sekali tampil dengan teman-teman kelompok hadroh. Rasanya seru banget. Kalau pentas sendiri, rasanya kurang seru. Ndak ada yang nyemangatin,” cerita Syifa.
Andarini mengakui pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka mampu memacu kreativitas guru dan peserta didik. Guru leluasa memilih berbagai perangkat ajar, sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Sedangkan bagi peserta didik, Kurikulum Merdeka bisa menjawab kebutuhan mereka. Pembelajaran menjadi menyenangkan, mengarah pada proses interaktif, inspiratif dan mampu memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Terbuka pula ruang bagi peserta didik untuk berinisiatif, bertindak dan berperilaku kreatif, mandiri sesuai bakat dan minat.
“Sebagai sebuah projek, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ternyata mampu memunculkan hal-hal tak terduga, dalam bentuk potensi dan prestasi peserta didik,” paparnya.
Hariadi, ayah Syifa, pun sepakat jika Kurikulum Merdeka yang diterapkan di SLB A Yaketunis telah membawa perubahan. Pembelajaran, diakuinya, menjadi berpusat ke anak. Penerapan Kurikulum Merdeka ini membuat anak berkembang sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat.
“Saya lihat anak-anak jadi tambah senang, tambah semangat ke sekolah. Penginnya berangkat pagi-pagi ke sekolah, apalagi kalau dapat tugas Apel Pagi. Literasinya juga bertambah. Mereka semakin percaya diri, pintar ngomong juga,” kata Hariadi ketika ditemui saat menjemput Syifa di sekolah. (cm ida tungga gautama)