logo

Sekolah Kita

Miris, Pelajar Masih Mendominasi Konsumsi Rokok

Miris, Pelajar Masih Mendominasi Konsumsi Rokok
Ilustrasi rokok (pixelbay.com)
Setyono, Sekolah Kita29 November, 2021 07:01 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Kementerian Bidang Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Kemenko PMK) mencatat keberadaan perokok di Indonesia masih didominasi kalangan pelajar. 

Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto dalam virtual talkshow Gerakan Muhammadiyah dalam Peningkatan Kesehatan dan Kesejahteraan Generasi Bangsa.

"Menurut data yang kami punya, konsumsi rokok di masa pandemi masih sangat besar, terlebih semenjak kebijakan pemerintah yang membatasi kegiatan masyarakat, konsumsi rokok tercatat terus meningkat," ujar Agus, Minggu (28/11/2021).

Menurut data Kemenko PMK sebanyak 18,8 persen pelajar usia 13 sampai 15 tahun adalah perokok aktif. Kemudian 57,8 persen pelajar perokok aktif, serta 60 persen tidak dicegah ketika membeli rokok. 

Iklan rokok dinilai memberi pengaruh besar pada keterpaparan rokok pada remaja. Dengan pembelajaran daring, anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan perangkat elektroniknya mudah terpapar iklan rokok di platform digital. 

Adanya paparan dari iklan rokok ini terbukti melalui data yang dilansir London School of Public Relations (LSPR). Dimana terpaan iklan rokok melalui media online memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku merokok. 

"100 persen remaja yang merokok akan tetap merokok setelah melihat iklan rokok, sedangkan 10 persen remaja memiliki kecenderungan untuk merokok setelah melihat iklan rokok," katanya. 

Pengendalian

Dari Kemenko PMK sendiri, Agus mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya pengendalian konsumsi tembakau dengan cara physical dan nonphysical

Langkah physical yang dilakukan diantaranya penyusunan tarif cukai dengan menjaga affordability harga agar tidak terjangkau perokok pemula, penyederhanaan struktur tarif, dan melakukan kebijakan mitigasi. 

"Kebijakan mitigasi tersebut mengatur 50 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau [DBHCHT], digunakan untuk program kesejahteraan masyarakat, termasuk mitigasi dampak kenaikan cukai bagi petani tembakau dan buruh pabrik rokok.

Sementara itu, kebijakan nonphysical yang dilakukan diantaranya, mengembangkan lingkungan sehat dan pelaksanaan regulasi kawasan tanpa rokok di daerah, memperluas layanan berhenti merokok dengan target 40 persen fasilitas kesehatan tingkat I di 300 kabupaten/kota, memastikan bantuan sosial (Bansos) tidak digunakan untuk membeli rokok. 

 "Ini menjadi peran kita bersama, tak hanya pemerintah. Kita bisa memulai dengan mengedukasi keluarga kita, khususnya yang masih berusia remaja. Melalui agenda hari ini semoga kita menemukan angle baru dalam permasalahan konsumsi rokok pada remaja," tutupnya.

Read Next