
Bagikan:

Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Reputasi Yogyakarta sebagai Kota Pelajar ternama ternyata menyimpan tantangan serius. Banyak pelajar muda di kota ini harus bergulat dengan tekanan akademik, sosial, dan emosional, yang berpotensi melemahkan resiliensi serta meningkatkan risiko depresi.
Data terkini dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat 3.239 kasus gangguan jiwa pada tahun 2024, dengan kelompok remaja menjadi bagian yang memerlukan intervensi khusus dan perhatian mendesak.
Psikolog Shinta, yang juga mahasiswa S3 Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengidentifikasi tekanan akademik yang tinggi sebagai salah satu pemicu utama kerentanan mental di kalangan remaja di Kota Pelajar.
"Di antaranya ialah tekanan akademik yang tinggi, dorongan untuk masuk sekolah atau universitas unggulan, serta fenomena self-comparison melalui media sosial yang kian intens," ujar Shinta, dilansir Jumat (7/11/2025).
Shinta, yang akrab disapa Bunda Cinta, juga menekankan kurangnya dukungan emosional dari keluarga turut memperburuk kondisi ini.
Selain itu, kultur mengejar prestasi, meskipun positif bisa berubah menjadi beban mental jika dijalani secara kaku tanpa memperhatikan keseimbangan psikologis. Ketika tuntutan akademik melampaui kemampuan adaptasi dan koping remaja, risiko stres kronis hingga depresi meningkat.
Perubahan Paradigma
Shinta menegaskan perlunya perubahan paradigma dalam dunia pendidikan agar tidak hanya menilai keberhasilan dari capaian akademik semata.
"Yogyakarta akan tetap dikenal sebagai Kota Pelajar, tapi jika semangat prestasi berubah menjadi tekanan yang menghancurkan masa depan anak muda, maka kita wajib menyeimbangkannya dengan prioritas kesejahteraan mental," tegasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Shinta menekankan bahwa upaya perbaikan harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif, melibatkan berbagai pihak, mulai dari skrining dini di sekolah, pendidikan emosional sejak usia dini, hingga penguatan peran keluarga sebagai faktor protektif utama.
Literasi digital dan pelatihan regulasi emosi juga menjadi langkah penting untuk membantu remaja mengelola tekanan sosial di era digital.
Dukungan pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menyediakan layanan kesehatan mental yang ramah remaja di Puskesmas dan rumah sakit, sehingga isu kesehatan mental tidak lagi menjadi hal yang tabu, tetapi menjadi bagian integral dari kebijakan pembangunan pendidikan di Yogyakarta.
Dengan strategi terpadu antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, Yogyakarta diharapkan dapat mempertahankan identitasnya sebagai Kota Pelajar yang tidak hanya unggul dalam kualitas akademik, tetapi juga sehat dan tangguh secara mental.