Kampus
04 Juli, 2023 20:43 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia (APTISI) menggagas upaya mengatasi kesenjangan digital bagi kampus-kampus swasta. Fenomena kesenjangan ini dinamakan digital divide.
Ketua APTISI Budi Djatmiko, Selasa (4/7/2023), mengatakan saat ini, di tengah upaya digitalisasi pelayanan kepada mahasiswa, masih banyak banyak kampus yang hingga kini fasilitas digitalnya terbatas karena tak memiliki uang untuk pengembangan yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
"Beberapa kampus yang fasilitas digitalnya komplit karena mampu membuat sistem akademik kampusnya sendiri dengan biaya miliaran rupiah," jelasnya.
Kampus-kampus dengan fasilitas digital terbatas ini, akhirnya belajar menggunakan papan tulis kapur, melakukan proses pendaftaran dan pembayaran kuliah harus mengantri panjang di bawah terik matahari, dan masih mengerjakan seluruh proses administrasi dan birokrasi dengan bertumpuk-tumpuk kertas, manual, dan melelahkan.
Lebih parahnya, kondisi ini terjadi tidak hanya di daerah terluar Indonesia. Kondisi ini juga terjadi di Pulau Jawa, utamanya di kampus swasta dengan jumlah mahasiswa yang sedikit.
Fenomena yang disebut digital divide ini, menurut Budi, menjadikan kampus bukan dipisahkan oleh jarak, tapi oleh kemampuan digital. Dampaknya fatal, kampus yang sudah digitalisasi, apalagi kampus negeri, pendaftarnya jutaan orang.
"Sedangkan kampus kecil yang tidak melakukan digitalisasi, pasti akan tersisih. Akhirnya jumlah pendaftar dan kemampuan keuangannya makin sedikit, dan makin sulit lagi untuk melakukan digitalisasi. Kampus sudah waktunya di-cloud, ada di awan!" ungkap Budi.
SEVIMA Platform
Merevolusi paradigma digitalisasi kampus konon harus berbiaya mahal. APTISI kemudian memecahkan kesenjangan digital dengan menyajikan alternatif terbaru. Digitalisasi kini tak harus dilakukan kampus dengan membuat aplikasi sendiri, tapi cukup menggunakan aplikasi dari SEVIMA yang tidak perlu beli server fisik sama sekali.
"Semuanya berbasis Cloud dan keamanannya telah tersertifikasi secara internasional," jelasnya.
Pada paparannya melalui webinar yang diikuti lima ribu Rektor dan dosen se-Indonesia, Chief Marketing Officer dari Education Technology SEVIMA, Andry Huzain, menyebut aplikasi yang ditawarkan ini berbasis Software as a Service (SaaS).
"SaaS yang kami dikembangkan Education Technology SEVIMA, kemudian disebut sebagai ‘SEVIMA Platform, merevolusi digitalisasi kampus karena mampu menghadirkan solusi atas berbagai masalah administrasi kampus," ucapnya.
Kehadiran aplikasi yang bersifat 'gotong royong' dinilai mampu mendemokratisasi digitalisasi dan integrasi business process pengelolaan kampus. Karena, akhirnya fasilitas ini dapat diakses oleh masyarakat luas. Aksesnya juga tak harus menggunakan laptop, bisa juga menggunakan handphone.
"Nampaknya sederhana, tapi sangat berarti bagi mahasiswa yang sebelumnya harus bayar manual di kampus dan belum memiliki akses ke perbankan. Inilah cara kita untuk memecahkan kesenjangan digital," jelas Andry.
Pada akhir paparannya, Andry menyebut kampus di Indonesia ada 4.500, yang sudah menggunakan SEVIMA ada 800an kampus. Pihaknya berkomitmen kuat memperluas demokratisasi kampus, bersama-sama merevolusi pendidikan tinggi untuk menyediakan akses digital harus tersedia untuk semua orang dan semua kampus tanpa terkecuali.
Bagikan