Indeks Proporsi Profesor UII di Atas Rata-Rata Nasional

13 April, 2023 15:29 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

13042023-UII Suparwo jadi gubes.jpg
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menyerahkan Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor kepada dosen Arsitektur Fakultas Teknik dan Perencanaan UII Suparwoko, Kamis (13/4/2023). (EDUWARA/Dok. UII)

Eduwara.com, JOGJA -- Penetapan dosen Arsitektur Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (UII) Suparwoko menjadi Guru Besar ke-30, menempatkan indeks proporsi dosen UII yang menjadi profesor di atas rata-rata angka nasional.

Suparwoko merupakan Profesor ke-3 di Jurusan Arsitektur, ketujuh di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, dan ke-30 di Universitas Islam Indonesia.

Rektor UII Fathul Wahid menerangkan Suparwoko menyandang gelar jabatan akademik Profesor dalam bidang Ilmu Pengantar Rancang Kota berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 18374/M/07/2023.

"Selamat kepada Prof Suparwoko. Saya yakin, jabatan ini membuka berjuta pintu keberkahan, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi terlebih untuk lembaga dan masyarakat luas," kata Fathul, Kamis (13/4/203).

Sebagai Profesor ke-30 yang lahir dari rahim UII, pengangkatan ini menjadikan proporsi dosen UII yang menjadi profesor adalah 3,8 persen atau 30 dari total 790 dosen. Secara nasional, persentase professor baru sekitar 2 persen dari seluruh dosen di perguruan tinggi. 

Dalam pesannya, Fathul mengingatkan jabatan profesor tidak hanya berkutat pada proses pembelajaran maupun riset-riset, namun ada tanggung jawab baru di tengah perkembangan dunia di mana kepercayaan masyarakat pada ilmu pengetahuan atau saintis menurun.

"Prosentase masyarakat yang tidak percaya pada saintis ini cukup tinggi di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Jepang. Indonesia juga mengalaminya, namun prosentase lebih kecil," lanjutnya.

Perangai Ilmiah

Tingkat kepercayaan publik menurun, menurut Fathul, sangat mungkin terkait dengan perangai ilmiah (scientific temper, acientific attitude) baik di kalangan saintis, maupun publik secara umum.

Perangai ilmiah adalah sistem kepercayaan yang menyatakan bahwa jawaban atas pertanyaan empiris akan ditemukan tidak pada penghormatan kepada otoritas atau komitmen.

"Kemalasan dan kecerobohan dapat terjadi karena beberapa tindakan termasuk memilih data yang sesuai dengan dugaan awal (cherry picking) dan menghilangkan yang tidak sesuai. Atau, memilih data yang sesuai dengan kurva yang diinginkan," katanya.

Dampaknya, hasil riset tidak menggambarkan kondisi empiris yang sejati dan kesimpulan
yang diambil sangat mungkin tidak valid. Karenanya diperlukan kendali diri untuk menjaga etika ilmiah, karena riset adalah soal kejujuran. 

Kehadiran kelompok kritis juga diperlukan untuk saling mengontrol supaya tidak tergelincir pada praktik yang tidak etis dalam riset ilmiah.

"Di sinilah peran penting profesor dalam merawat perangai ilmiah dengan tetap patuh terhadap etika ilmiah. Salah satu ujungnya adalah sains yang lebih berkualitas dan kepercayaan publik kepada sains dan saintis yang membaik," terang Fathul.

Direktur Sumber Daya Manusia/Sekolah Kepemimpinan UII, Ike Agustina mengatakan Suparwoko meraih gelar Ph.D pada bidang arsitektur dari Victoria University of Technology, gelar Master dari Technical University of Nova Scotia, dan gelar Sarjana dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dalam lima tahun terakhir ini, Suparwoko telah aktif melakukan berbagai penelitian di antaranya penelitian dengan judul Prototipe Toilet Berbahan Dasar Pipa Paralon dan Papan GRC dengan Pendekatan Penggunaan Bahan dan Cara Kontruksi pada tahun 2022 dengan pendanaan dari Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia.

Keberhasilan Suparwoko meraih gelar profesor diharapkan mampu memberikan daya dorong bagi delapan dosen lain di UII yang sedang mengikuti program percepatan professor, yang usulannya telah diproses baik di fakultas/universitas/LLDikti.

"Tujuan program ini adalah untuk membantu para peserta dalam menghasilkan luaran karya ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai syarat pengajuan jabatan akademik profesor," tutup Ike.