Mahasiswa FMIPA UNY Kembangkan Kulit Jeruk sebagai Penyerap Limbah Pewarna Batik

15 Mei, 2025 00:00 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

14052025-UNY riset kulit jeruk.jpg
Mahasiswa Prodi Biologi FMIPA UNY, Jalu Bahtiar Baharudin bersama tim, berhasil mengembangkan kulit jeruk (Citrus sinensis) sebagai penyerap limbah pewarna batik. Inovasi yang dikembangkan melalui PKM bidang Riset Eksakta Tahun 2024 ini berhasil menjadi solusi permasalahan limbah industri batik di DIY. (EDUWARA/Dok. UNY)

Eduwara.com, JOGJA – Mahasiswa Program Studi (Prodi) Biologi Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil mengembangkan kulit jeruk (Citrus sinensis) sebagai penyerap limbah pewarna batik. Inovasi ini berhasil menjadi solusi permasalahan limbah industri batik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kajian yang dilakukan Jalu Bahtiar Baharudin bersama tim ini dikembangkan melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta tahun 2024. Ide ini berawal dari keprihatinan DIY dengan banyaknya industri batik yang tidak mampu mengelola limbah cair pewarna sintetis, Kebanyakan dari mereka biasanya langsung membuang limbah tersebut ke lingkungan.

“Ini diperparah dengan tingginya aktivitas kuliner yang menggunakan air perasan jeruk, sehingga kulit jeruk dibuang begitu saja tanpa pengolahan kembali. Limbah kulit jeruk ini memiliki pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk terurai secara alami,” kata Jalu, Rabu (14/5/2025).

Kondisi inilah yang mendorong tim menggabungkan dua masalah menjadi satu solusi. Dari penelitian diketahui, pada kulit jeruk peras ditemukan senyawa pektin, yang berpotensi tinggi sebagai bioadsorben alami. Pektin memiliki gugus karboksil dan hidroksil yang dapat mengikat zat pewarna berbahaya dalam limbah batik.

Setelah melalui studi literatur dan analisis pustaka, tim memutuskan untuk mengekstrak pektin dari kulit jeruk dan mengaplikasikannya ke dalam limbah cair batik. Dalam kurun waktu tersebut, mereka melakukan sejumlah pengujian ilmiah untuk membuktikan efektivitas pektin sebagai penyerap limbah:

“Pengujian pertama adalah Uji Determinasi yang dilakukan di Fakultas Biologi UGM, untuk memastikan jenis kulit jeruk yang digunakan benar-benar jeruk peras murni,” lanjutnya.

Kontribusi Nyata

Setelah ekstraksi pektin, tim menguji kemampuannya menggunakan spektrofotometri UV-Vis di UNY, untuk mengukur penyerapan zat warna. Pengujian lanjutan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi kimia khas pektin. Untuk mengamati struktur mikroskopis pektin setelah menyerap zat warna, dilakukan pengujian SEM-EDX di UII.

Sebelum dilakukan uji coba pada limbah batik, dilakukan pengujian AAS untuk menentukan tingkat kandungan logam dalam limbah batik dari tiga wilayah: Sleman, Bantul, dan Kulon Progo. Dari hasil uji diperoleh data limbah dengan tingkat pencemaran tertinggi berasal Kulon Progo, yang selanjutnya menjadi fokus uji penyerapan lanjutan. 

Terakhir, untuk menguji kemampuan produk Bioadsorben, tim melakukan uji model isoterm adsorbsi Langmuir dan Freundlich untuk mengetahui efektivitas daya serap pektin terhadap zat warna.

“Kami berharap inovasi sederhana berbasis sains ini dapat menghadirkan solusi konkret bagi masalah lingkungan. Inovasi juga mampu memberikan kontribusi nyata bagi pengolahan limbah di industri batik dan memanfaatkan limbah organik dari sektor kuliner,” tutup Jalu.