Mahasiswa Kalteng di Yogyakarta Angkat Isu Keadilan Sumber Daya Alam

21 Oktober, 2025 03:38 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

20102025-tanah ulayat.jpg
HPMKT-YK menggelar diskusi publik bertajuk ‘Tanah Ulayat: Belajar dari Tanah Kalimantan’ di Asrama Mahasiswa Kalimantan Tengah Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025). Mengusung tema ‘Kalimantan Milik Siapa? Antara Kelimpahan, Anugerah, dan Bencana Krisis Sosial-Ekologi’, diskusi publik ini menghadirkan narasumber utama Eko Cahyono dari Sajogyo Institute dan Pembina HPMKT-YK, Mina Nila. (EDUWARA/Dok. HPMKT-YK)

Eduwara.com, JOGJA - Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Kalimantan Tengah Yogyakarta (HPMKT-YK) menggelar diskusi publik bertajuk ‘Tanah Ulayat: Belajar dari Tanah Kalimantan’ pada Sabtu (18/10/2025).

Diskusi ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan reflektif bertema besar ‘Kalimantan Milik Siapa? Antara Kelimpahan, Anugerah, dan Bencana Krisis Sosial-Ekologi’, dan berlangsung di Asrama Mahasiswa Kalimantan Tengah Yogyakarta.

Menghadirkan narasumber utama Eko Cahyono dari Sajogyo Institute, serta dihadiri oleh mahasiswa, aktivis lingkungan, dan pegiat isu agraria dari berbagai daerah di Yogyakarta, acara ini turut dihadiri Pembina HPMKT-YK, Mina Nila, putri dari Pahlawan Nasional dan Gubernur Kalimantan Tengah pertama, Tjilik Riwut.

Dalam paparannya, Eko Cahyono menyoroti fenomena yang ia sebut sebagai ‘kutukan sumber daya alam’. Fenomena ini menjelaskan mengapa daerah yang kaya akan sumber daya alam, seperti Kalimantan, justru kerap mengalami krisis sosial-ekologis, kemiskinan struktural, dan marginalisasi masyarakat adat.

“Kalimantan menjadi cermin nyata dari persoalan kolonialisme agraria, korupsi struktural, serta dominasi oligarki sumber daya alam yang menciptakan ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia,” kata Eko dalam rilis Senin (20/10/2025).

Menurut Eko, model pembangunan yang diterapkan di Kalimantan masih berorientasi pada eksploitasi sumber daya tanpa memperhatikan aspek keadilan sosial dan ekologis.

“Kekayaan alam yang seharusnya menjadi berkah justru berubah menjadi kutukan, karena masyarakat adat dan lokal kehilangan hak atas tanah ulayat mereka,” tegasnya.

Wadah Pembelajaran

Diskusi ini tidak hanya membedah persoalan kerusakan lingkungan dan ketimpangan agraria, tetapi juga menyoroti pentingnya pengakuan hak masyarakat adat atas tanah ulayat sebagai fondasi keadilan sosial dan keberlanjutan ekologi.

Eko Cahyono menutup paparannya dengan ajakan agar mahasiswa terus berperan sebagai penggerak perubahan sosial melalui riset, advokasi, dan pendidikan kritis.

Melalui kegiatan ini, HPMKT-YK menegaskan komitmennya untuk menjadi wadah pembelajaran dan pergerakan mahasiswa Kalimantan yang berpihak pada keadilan sosial, lingkungan, dan kemanusiaan.

Ketua HPMKT-YK, Nathanael Ivan Pratama, menegaskan kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian dan refleksi kritis mahasiswa Kalimantan Tengah terhadap situasi sosial-ekologis di tanah kelahiran mereka.

“Kami ingin belajar dan berdialog, agar generasi muda Kalimantan mampu memahami persoalan agraria dari akar hingga kebijakan,” ujar Nathanael.

Kehadiran Mina Nila, anak kandung dari Tjilik Riwut, yang juga Pembina HPMKT-YK, menambah semangat diskusi. Ia menyatakan antusiasmenya dan selalu mendukung gerakan mahasiswa Kalimantan Tengah yang berkuliah di Yogyakarta dalam menggagas ide untuk kemajuan Kalimantan Tengah.