Kampus
08 Desember, 2021 21:00 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JAKARTA – Tembakau yang dipanaskan ternyata dapat menghasilkan senyawa berbahaya yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tembakau yang dibakar. Dalam penelitian awal membuktikan bahwa potensi emisi dari senyawa toksik Tobacco Heating System (THS) sangat rendah dibandingkan dengan rokok yang dibakar.
Hal ini dipaparkan oleh Kepala Laboratorium Jasa Pengujian, Kalibrasi dan Sertifikasi Institut Pertanian Bogor (IPB)/ IPB University Mohammmad Khotib dalam webinar yang digelar Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) dengan tema “Peranan Universitas dalam Mendorong Inovasi dan Mengurangi Risiko Kesehatan dan Lingkungan”, Rabu (8/12/2021) di Jakarta.
“Kampus kami telah menjalankan program Kampus Merdeka dengan melakukan penelitian inovatif terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Penelitian terhadap produk tembakau alternatif ini untuk membuktikan kebenaran produk tersebut yang telah menerapkan konsep pengurangan risiko,” ujar Khotib yang juga Dosen Kimia IPB University.
Lebih lanjut dikatakan Khotib, hasil dari penelitian awal tersebut menunjukkan fakta bahwa produk tembakau yang dipanaskan secara signifikan mengurangi rerata 80 persen – 90 persen dari senyawa berbahaya seperti Nitrogen Dioksida (N02), Sulfur Dioksida (S02), dan Reactive Oxygen Species (ROS) dibandingkan dengan rokok.
“Kami akan terus melanjutkan studi ini dengan harapan mendapatkan lebih banyak lagi temuan sehingga nantinya data yang dihasilkan lebih komprehensif,” kata Khotib.
Dikatakan Khotib, dari penelitian ini, masih diperlukan penelitian kolaboratif antar universitas terkait potensi pengurangan risiko produk tembakau yang dipanaskan maupun penelitian hasil olahan tembakau lainnya.
“Kami yakin program Kampus Merdeka mendorong peneliti, termasuk peserta didik di kampus untuk menghasilkan kajian serta inovasi di beragam bidang, salah satunya konsep pengurangan risiko tembakau melalui produk tembakau yang dipanaskan. Kami meneliti produk tembakau yang dipanaskan karena minimnya riset terhadap produk ini di dalam negeri,” papar Khotib.
Peran Universitas Dibutuhkan
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM Riza Arfani menuturkan, dunia industri di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan berupa upaya global untuk mengurangi dampak risiko industri melalui regulasi dan kampanye norma baru bagi industri yang dianggap berdampak negatif.
Perkembangan ini memiliki pengaruh signifikan bagi Indonesia dengan sejumlah komoditas yang dikategorikan memiliki eksternalitas kesehatan dan lingkungan seperti sawit, industri hasil tembakau, tekstil, dan otomotif.
“Peran Universitas dibutuhkan untuk turut membantu Pemerintah Indonesia merumuskan strategi transisi dan transformasi industrial agar komoditas-komoditas dan industri sektoral kunci tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lanskap regulasi global dan domestik,” kata Riza. Bhakti
Bagikan