Kampus
04 Desember, 2024 21:09 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta kembali mengukuhkan guru besar baru pada Selasa (3/12/2024). Kedua guru besar tersebut adalah Johan Arifin dan Sutrisno, yang merupakan dosen di Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE).
Dalam rilis yang diterima Eduwara.com, Selasa (3/12/2024), dijelaskan bahwa Johan Arifin dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi Sektor Publik, sedangkan, Sutrisno dikukuhkan Guru Besar Bidang Bidang Ilmu Manajemen Keuangan.
Johan Arifin, dalam pidato pengukuhan berjudul ‘Penguatan Praktik Transparansi dan Akuntan Publik: Perspektif Isomorfisme Teori Institusional’, mengatakan saat ini masyarakat merasa prihatin dengan rendahnya tingkat transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.
“Kondisi ini sebagian besar disebabkan semakin meluasnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh oknum pejabat pemerintah, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh institusi dan peraturan hukum yang ada,” jelasnya.
Demikian juga dengan lembaga-lembaga yang diberi kepercayaan melakukan audit terhadap kinerja satuan organisasi pemerintah, tampaknya terkendala patologi birokrasi yang kronis.
“Sehingga tidak mungkin melakukan penilaian terhadap kinerja lembaga-lembaga tersebut,” tuturnya.
Isomorfisme Mimetik
Johan menambahkan banyaknya pemborosan dan penyelewengan keuangan pemerintah yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil telah diketahui masyarakat luas. Bahkan hal tersebut menjadi stigma di lingkungan pegawai negeri yang tidak akan pernah dilupakan masyarakat.
Kebijakan-kebijakan seperti pengawasan melekat, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sangat sulit diterapkan dan sering digunakan oleh pejabat pemerintah sebagai sarana untuk meredam kemarahan masyarakat terhadap politik kekuasaan. Hal ini telah menjadi bahan basa-basi dan retorika bagi pihak berwenang.
“Hebatnya, masyarakat tidak pernah merasa bertanggung jawab secara layak terhadap pihak berwenang yang diberi wewenang oleh mereka. Akibatnya, kita tidak pernah merasa memiliki pemerintahan yang bertanggung jawab (responsible government),” paparnya.
Untuk hal ini, Johan menawarkan konsep isomorfisme mimetik yang selaras dengan semboyan Ki Hajar Dewantara ‘Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani’.
“Praktik menjadi seorang pimpinan yang baik/berhasil atau institusi yang baik/berhasil agar ditiru oleh pihak lain yang sedang mengalami ketidakpastian harus senantiasa tertanam pada setiap pimpinan maupun institusi sektor publik di Indonesia,” katanya.
Bagikan