Kampus
26 Februari, 2022 22:31 WIB
Penulis:Fathul Muin
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, MALANG—Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan dua guru besar, yakni Prof Astrid Puspaningrum dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Prof Catur Retnaningdyah dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Sabtu (26/2/2022).
Astrid merupakan profesor aktif ke-20 dari FEB dan profesor aktif ke-162 di Universitas Brawijaya serta menjadi profesor ke-287 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan Universitas Brawijaya.
Dalam pidato berjudul Entrepreneurial Creativity untuk Membangun Keunggulan Bersaing dan Meningkatkan Kinerja Pemasaran, Astrid melihat permasalahan yang terjadi semenjak Asean China Free Trade Area (ACFTA) resmi rilis pada 1 Januari 2010, khususnya bagi sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia.
"UMKM di Indonesia akan menghadapi ancaman serius yaitu proses deindustrialisasi," katanya.
Ketidakmampuan produk-produk Indonesia untuk bersaing di era ACFTA akan menyebabkan penutupan unit-unit usaha. Para pelaku UMKM tidak lagi menjadi produsen, melainkan hanya sebagai sales dari barang-barang produksi negara importir lain.
Melihat ketidakmampuan produk-produk Indonesia untuk bersaing di era ACFTA, maka UMKM di Indonesia perlu membangun daya saing.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan perusahaan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang adalah pendekatan yang didasarkan pada resources-based view (RBV). Melalui RBV, organisasi dapat membangun keunggulan bersaing yang berkelanjutan melalui penggunaan sumber-sumber daya yang berupa finansial, manusia, sarana fisik, dan intangible asset (knowledge).
Entrepreneurial Creativity yang disampaikan Astrid adalah model yang dikembangkan dari entrepreneurial creativity dan entrepreneurial networking sehingga akan menciptakan keunggulan untuk bersaing. Dengan demikian UMKM mampu menghasilkan kinerja pemasaran yang baik sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan keseluruhan kinerja yang dilakukan.
Menurut Astrid, keunggulan entrepreneurial creativity jika dipraktikkan, maka daya saing dapat diraih dan kinerja pemasaran akan meningkat.
Tanaman Riparian
Sedangkan Catur merupakan profesor aktif ke-26 dari FMIPA dan profesor aktif ke-162 di Universitas Brawijaya serta menjadi profesor ke-288 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan Universitas Brawijaya.
Catur menjelaskan tentang peran vegetasi sebagai tanaman riparian digunakan untuk meningkatkan kualitas air yang tercemar oleh polutan. Dikatakannya, peningkatan kualitas air irigasi tercemar bahan organik, pestisida dan pupuk sintetik dapat dilakukan dengan cara aplikasi model teknologi fitoremediasi sistem kontinyu berupa "Riparian Vegetation in Irrigation Ditch (RVID)"
" RVID ini merupakan komunitas hidromakrofita (tanaman air) lokal yang ditanam sebagai vegetasi riparian di tepi saluran irigasi sepanjang minimum 200 m dengan penutupan maksimum 80 persen," katanya.
Hidromakrofita yang ditanam berupa gabungan dari beberapa tipe tanaman air lokal seperti rumput wligian (Scirpus grosus), dlingo (Acorus calamus), endog-endogan (Typha angustifolia), mendong atau purun tikus (Fimbristylis sp), keladi/senthe (Colocasia esculenta), pandan (Pandanus amaryllifolius), teratai (Nymphaea sp.), akar wangi (Vetiveriazizanioides), genjer (Limnocharis flava), paku ekor kuda (Equisetum sp), hydrilla (Hydrilla verticillata), semanggi (Marsilea crenata) dan kangkung air (Ipomoeaaquatica).
Keunggulan model RVID adalah secara efektif mampu meningkatkan kualitas air irigasi tercermin dari kadar oksigen terlarut yang tinggi dan penurunan kadar COD, TSS, Cl2 bebas, ortofosfat, turbiditas, suhu, nilai KMnO4, alkalinitas, BOD, TP, nitrat, konduktivitas, dan TKN.
Peningkatan kualitas air juga terlihat dari peningkatan diversitas spesies makroinvertebrata bentos dan perifiton mengindikasikan penurunan tingkat bahan toksik di perairan, peningkatan kelimpahan spesies yang bersifat sensitif, serta penurunan nilai beberapa indeks biotik seperti FBI, TDI dan PTV sebagai indikator penurunan tingkat pencemaran bahan organik dan nutrisi di perairan.
Dengan demikian air irigasi hasil proses fitoremediasi ini dapat menjamin tersedianya air irigasi dengan kualitas yang baik untuk mendukung aktivitas pertanian yang sehat.
Kelemahan teknologi fitoremediasi model RVID ini adalah kesulitan penanaman hidromakrofita sebagai vegetasi riparian di saluran irigasi yang sudah dibangun atau dibeton dan diperlukan tenaga ekstra untuk pemeliharaan supaya penutupan tanaman maksimum 80 persen.
Bagikan