
Bagikan:

Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta selama dua hari, Senin-Selasa (24-25/11/2025) menyelenggarakan seminar nasional tahunan terkait perkembangan seni media rekam. Kali ini pembahasan terfokus pada kaitan seni dengan dunia digital yang berkembang pesat karena kemunculan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).
Mengusung tema 'Hibriditas Kreatif: Integrasi Seni Media Rekam dalam Kolaborasi Multidisiplin untuk Inovasi', seminar kali ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Founder Project Eleven & Art Collector, Konfir Kabo dan dosen FSMR ISI Yogyakarta, Arif Eko Suprihono.
Dekan FSMR ISI Yogyakarta, Edial Rusli, menjelaskan seminar digelar secara hibrida (luring dan daring). Tema hibridisasi budaya diangkat sebagai respons terhadap globalisasi modern dan perluasan pasar baru.
Integrasi seni media rekam dengan kolaborasi multidisiplin ini diharapkan dapat melahirkan inovasi dengan menyatukan pengetahuan seni mendalam dengan pemahaman teknologi.
"Tema ini juga sebagai penegasan bahwa penelitian-penelitian yang akan diseminarkan memiliki kerangka pikir bahwa integrasi seni media rekam dalam kolaborasi multidisiplin untuk inovasi melalui analisis mendalam terhadap upaya interdisipliner," jelasnya.
Rektor ISI Yogyakarta, Irwandi, mengapresiasi gelaran seminar yang dibuka untuk umum sejak 2021 ini. Baginya, seminar ini menjadi momentum penting bagi lanskap seni dan pengetahuan interdisipliner untuk mendobrak batas-batas pemikiran dan menghasilkan bentuk-bentuk seni baru yang radikal.
Peluang Emas
Founder Project Eleven & Art Collector, Konfir Kabo, memandang perkembangan pesat teknologi digital, khususnya pemanfaatan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI), sebagai peluang emas bagi para seniman, terutama yang berada di daerah. Menurut Kabo, AI berfungsi sebagai jembatan ampuh untuk memperkenalkan karya seni ke panggung dunia.
"Keberadaan AI maupun media sosial yang begitu pesat jangan ditakuti, terutama oleh para seniman muda dan berada di daerah. Namun harus dipakai sebagai sebuah kesempatan untuk mengenalkan karya," ujar Kabo mengawali paparannya.
Kabo membandingkan revolusi teknologi saat ini dengan kehadiran fotografi 100 tahun lalu. Kala itu, seniman lukis khawatir keahlian mereka akan tersaingi oleh hasil foto yang lebih realistis. Namun, faktanya seni rupa tetap bertahan hingga kini.
Lebih jauh, ia melihat teknologi digital justru membuat proses penciptaan karya seni menjadi lebih murah dan dapat diakses oleh semua kalangan. Hal ini berbeda dengan era sebelumnya di mana peralatan mahal membatasi perkembangan seni hanya di perkotaan dan kalangan menengah.
"Sekarang ini cukup dengan mobile phone, seorang seniman bisa menghasilkan karya yang lantas diunggah untuk dikenalkan pada 10 miliar manusia. Ini merupakan peluang yang pada kenyataan harus dikerjakan dengan originalitas dan kejujuran," tambahnya.
Sebelum seminar berlangsung, panitia telah melakukan penjaringan paper sejak Oktober 2025. Dari 93 pendaftar yang mengirimkan abstrak, 65 dinyatakan lolos untuk dipresentasikan. Makalah-makalah terpilih nantinya akan diterbitkan dalam prosiding ber-ISBN, dengan delapan makalah terbaik akan masuk ke jurnal terakreditasi SINTA di bawah naungan FSMR ISI Yogyakarta.