logo

Art

Lewat Trilogi Dwipantara, ISI Yogyakarta Bercerita tentang Indonesia

Lewat Trilogi Dwipantara, ISI Yogyakarta Bercerita tentang Indonesia
Sebuah adegan dalam pentas penutup dari lakon Trilogi Dwipantara, ‘Mahespati Sangkara’ pada Jumat (27/9/2024) malam di ISI Yogyakarta. (EDUWARA/K. Setyono)
Setyono, Art27 September, 2024 23:19 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Sukses dalam gelaran dua teater musikal Niskala Nawasena dan Ambarasta, Fakultas Seni Pertunjukkan (FSP) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menghadirkan pentas penutup dari lakon Trilogi Dwipantara, yaitu ‘Mahespati Sangkara’ pada Jumat (27/9/2024) malam.

Digelar di Laboratorium Seni ISI Yogyakarta, pergelaran ini merupakan pertunjukan kolaborasi dari seluruh program studi di FSP dengan melibatkan 296 mahasiswa dan dosen.

“Kami mengemas dengan mengintegrasikan visual interaktif, memadukan tampilan LED dan seni panggung, serta interaksi aktor dengan animasi guna menciptakan pertunjukan yang imersif dan inovatif,” tutur pimpinan produksi, Setya Rahdiyatmi KJ.

Lakon Trilogi Dwipantara merupakan metafora permasalahan bangsa Indonesia saat ini. Pada lakon pertama Niskala Nawasena, tentang bagaimana Raja Adhikara harus menjaga amanat kemerdekaan dari terancam dan gangguan perpecahan, radikalisme, multi krisis, dan dekadensi moral yang digambarkan dengan sosok antagonis tokoh Ahengkara.

“Niskala sang generasi emas, anak muda pewaris bangsa memimpin perlawanan dengan tekad merebut kembali kemerdekaan yang hakiki,” katanya.

Kemudian, kisah Ambarasta merupakan metafora untuk bela negara kepada generasi emas Indonesia. Niskala menjadi gambaran bumi Indonesia yang menawan di mata seluruh negara dan selalu menjadi perhatian dunia global.

“Ambarasta mencoba untuk menumbuhkan cinta tanah air dan menanamkan semangat bela negara pada generasi muda Indonesia adalah langkah nyata untuk kepastian kehidupan generasi kita di masa mendatang,” lanjutnya.

Lakon terakhir atau ketiga, Mahespati Sangkara, mengisahkan perjuangan seorang pemuda bernama Aruta yang mengajarkan tentang pentingnya memperjuangkan hak kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan di mata dunia.

Pertunjukan ini seperti memberi pesan sebagai kesatuan negara yang besar, sudah semestinya selalu dijaga dari ancaman dan gangguan dari pihak luar. Ancaman akan selalu datang bila lalai bermawas diri.

“Sebuah bangsa bisa hancur bukan hanya karena kejahatan bangsa lain, namun karena ketamakan bangsanya sendiri,” terangnya.

Komitmen

Dekan FSP ISI Yogyakarta, I Nyoman Cau Arsana, dalam sambutannya menegaskan kehadiran pentas kolosal teater musikal ini merupakan komitmen ISI Yogyakarta sebagai lembaga seni yang selalu memperkuat domain akademik dan terus menyentuh ruang kreatifitas seni.

“Maka kami berterima kasih dan selamat kepada pengkarya, pemeran, pengiring orkestra, panitia dan penari atas terwujudnya karya ini,” paparnya.

Rektor ISI Yogyakarta, Irwandi, secara online menyebut pementasan ini menjadi bukti sebuah proses kesenian di mana seniman menuangkan idenya dan menjadi karya yang disajikan kepada audiens.

“Kami mengapresiasi rekan-rekan di FSP ISI Yogyakarta. Semoga pentas ini menjadi momentum untuk menyuarakan seni kepada masyarakat dan dunia sebagaimana cita-cita ISI Yogyakarta menjadi World Class University,” paparnya.

Naskah ‘Mahespati Sangkara’ ditulis dan disutradarai oleh Rano Sumarno, music director oleh Puput Pramuditya, penata iringan oleh Warsana, penata tari oleh Galih Suci Manganti, penata wayang oleh Aneng Kiswantoro, supervisor animasi oleh Rahmat Aditya Warman dan Kathryn Widhiyanti, pelatih vocal Linda Sitinjak.

Kemudian, ada bintang tamu sebagai dhemit cilik yaitu Limpad Budya Asmara, Kanajalu Rahagi Sakha, Kirana Mahesa Ayu Wibowo, serta Rengganis Laut Razzqya.

Read Next