Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA—Dalam Program Kampus Mengajar, mahasiswa mempunyai tugas untuk memberikan inovasi terkait peningkatan literasi numerasi di sekolah.
Hal itu disampaikan Head of Center for Innovation Collaboration (CIC) PPM Manajemen, Dr. Wahyu T. Setyobudi dalam Pembekalan Kampus Mengajar Angkatan Tahun 2022: Design Thinking, Rabu (16/2/2022).
Acara itu diselenggarakan oleh program Kampus Mengajar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi melalui siaran langsung Youtube Ditjen Diktiristek. Wahyu menambahkan, Indonesia juga menghadapi tantangan terkait peningkatan literasi numerasi.
Kemampuan literasi numerasi di Indonesia terbentuk dari suatu ekosistem yang saling terkait. Hal membutuhkan sarana prasarana, kurikulum dan metode, materi ajar, manajemen, dan kualitas guru.
Menurut Studi Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), skor literasi numerasi tahun 2018 di Indonesia lebih rendah daripada tahun 2015. Dengan demikian, ada PR besar yang harus diselesaikan bersama terkait kemampuan tersebut.
"Kita juga menghadapi tantangan yang begitu khas di Indonesia yaitu kondisi geografis kepulauan, kesenjangan antardaerah, hubungan pusat dengan daerah, dan kondisi ekonomi dan sosial," kata dia.
Tantangan tersebut, lanjut Wahyu, merupakan kompleksitas yang harus dihadapi. Belum selesai dengan tantangan itu, Indonesia juga mendapatkan dua disrupsi besar yakni digital disruption dan pandemic disruption.
Digital disruption membuat dinamika kondisi kemampuan literasi numerasi menjadi tinggi, misalnya murid bisa mendapatkan media pembelajaran dari berbagai sumber. Sedangkan pandemic disruption mengakibatkan berbagai permasalahan pembelajaran bagi guru maupun murid.
"Untuk meningkatkan kemampuan literasi numerasi, perlu adanya inovasi. Artinya sebuah tindakan yang baru, memberikan nilai manfaat, dan menyelesaikan masalah," jelas Wahyu.
Melalui program Kampus Mengajar, mahasiswa mempunyai tugas untuk memberikan inovasi terkait peningkatan literasi numerasi di sekolah. Harapannya saat masuk sekolah, cara berpikir mahasiswa bisa melampaui problem itu.
"Peran mahasiswa adalah masuk ke sekolah, melihat dari mata ketiga, dan menjadi inovator untuk memperbaiki kompleksitas dan tantangan literasi numerasi di sekolah," ujar Wahyu.
Menurut dia, inovasi yang bagus mempunyai tiga karakter. Pertama desirable, artinya sebuah inovasi harus menjawab permasalahan yang ada. Inovasi menjadi semacam solusi. Kedua viable, bisa dijalankan dan dijamin keberlanjutannya. Ketiga, feasible yaitu bisa dijalankan secara teknis, berdampak jangka panjang, dan menjawab permasalahan khusus aktor pendidikan.
"Oleh karena itu, perlu cara berpikir baru untuk berinovasi yaitu pendekatan design thinking. Maksudnya pendekatan dalam pemecahan masalah dengan kualitas yang unik, mendorong inovasi, berpusat pada orang, prosesnya berulang-ulang," jelas Wahyu.
Menurut Wahyu, design thinking bisa meningkatkan pengalaman dan penerimaan pengguna. Hal itu dikarenakan pengguna diikutkan dari awal proses, sehingga ada rasa kepemilikan terhadap inovasi yang dirancang.
Adapun tahapan utama design thinking adalah membangun pemahaman mengenai kebutuhan pengguna; merumuskan masalah dengan jelas; mengembangkan solusi potensial dan terbaik; membangun serangkaian purwarupa untuk mengetes solusi; dan melakukan serangkaian tes untuk mendapatkan umpan balik dari pengguna sebagai penyempurnaan ide. (K. Setia Widodo)