logo

Sekolah Kita

Kebijakan Lima Hari Sekolah di Madrasah Dinilai akan Menomorduakan Pelajaran Agama

Kebijakan Lima Hari Sekolah di Madrasah Dinilai akan Menomorduakan Pelajaran Agama
Suasana pembelajaran di salah satu madrasah di DIY. Anggota DPD dari DIY, Hilmy Muhammad, mengatakan penetapan lima hari belajar di madrasah mulai 1 Agustus 2023 dinilai akan menjadikan pelajaran agama nomor dua. (EDUWARA/Dok. Kanwil Kemenag DIY)
Setyono, Sekolah Kita28 Juli, 2023 19:44 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Keputusan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan penerapan lima hari belajar di madrasah mulai 1 Agustus 2023 dinilai akan menjadikan pelajaran agama nomor dua.

Penilaian ini disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari DIY, Hilmy Muhammad. Ia melihat kebijakan ini dikeluarkan tanpa mendengarkan dan mempertimbangkan usulan maupun rekomendasi berbagai pihak serta dapat menjadi pedoman masyarakat.

"Terlebih lagi, kebijakan tersebut tidak boleh mengkotak-kotakkan antara negeri dan swasta. Keputusan tersebut terkesan terburu-buru karena kita mendengar ada beberapa rekomendasi yang tidak diperhatikan. Ini yang kemudian membuat kami janggal," kata Hilmy Muhammad dalam rilis, Jumat (28/7/2023).

Menurut Hilmy, kebijakan pemerintah tidak seharusnya dikhususkan untuk instansi pemerintah saja dan swasta sama pondok pesantren terserah. Hal ini diyakini akan menimbulkan iri dari kalangan guru maupun siswa.

"Dampaknya akan sangat besar, utamanya bagi madrasah diniyah," ujar pria yang akrab disapa Gus Hilmy.

Di madrasah diniyah, kebijakan ini akan menggusur penyelenggaraan pendidikan yang mengambil waktu siang atau sore hari, yang merugikan murid. Di mana biasanya pendidikan yang dilaksanakan siang dan sore hari fokus pada pembelajaran agama atau moral.

"Ini kan artinya menjadikan pelajaran agama atau pendidikan moral itu jadi pelajaran nomor dua, bukan utama. Itu masalahnya. Jadi jangan berharap dengan sekolah lima hari, anak tambah pintar agama atau mengerti pelajaran moral, tapi malah bisa jadi tidak tahu sama sekali, sebab tidak ada lagi peluang bagi anak untuk sekolah di madrasah diniyah," jelasnya.

Sosialisasi dan Koordinasi

Hilmy berharap kebijakan soal lima hari sekolah disertai kebijakan yang jelas soal penambahan kualitas pendidikan agama dan moral anak, maka ini akan menarik. Tapi kalau tidak, atau sekadar dikurangi harinya, tanpa ada penambahan jam dan standar kompetensi anak dalam pendidikan agama, maka sungguh itu akan semakin menjadikan pendidikan sia-sia.

"Benar, kita akan menjadikan anak-anak itu pintar, tapi kita tidak menjamin mereka berakhlak, bisa membaca al-Qur'an dengan baik, dan sebagainya," tegas Hilmy.

Kepala Kanwil Kemenag DIY Masmin Afif dalam rilisnya mengatakan sosialisasi dan koordinasi hari pembelajaran madrasah telah dilakukan pihaknya selama satu tahun terakhir.

"Seiring berjalannya Peraturan Daerah Lima Hari Sekolah, belakangan banyak masyarakat yang menginginkan madrasah menyesuaikan dengan pemerintah daerah, terutama saat penerimaan siswa baru kemarin," tandas Masmin.

Pihaknya menggaransi bahwa kebijakan yang ditempuh tidak untuk merugikan TPQ, MDT, ataupun lembaga lainnya. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 1367 Tahun 2022 tentang pedoman kehadiran guru madrasah tidak bisa dilepaskan dari situasi pandemi Covid-19.

Read Next