Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Penerapan kurikulum membatik di sekolah, yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota (Pemkot) Yogyakarta, merupakan langkah strategis dalam mempertahankan predikat Kota Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia yang diakui Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council pada 18 Oktober 2014.
Hal ini disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Yogyakarta, Kadri Renggono, saat dilansir di Yogyakarta, pada Rabu (16/10/2024).
“Dikenal sebagai pusat kebudayaan dan seni di Indonesia, Kota Yogyakarta yang juga telah mendapatkan predikat Kota Batik, harus melestarikan, mengembangkan, dan mempromosikan batik sebagai warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO,” katanya.
Kadri mengatakan, dengan mengintegrasikan seni membatik dalam kurikulum sekolah, anak-anak diajarkan teknik membatik dasar sejak usia dini sehingga mereka mengenal dan memahami proses pembuatan batik, serta mengapresiasi nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
“Seni membatik kaya akan nilai-nilai tradisi ini tidak hanya dipandang sebagai produk budaya, tetapi juga sebagai identitas lokal dan kebanggaan masyarakatnya. Apa yang kita lakukan ini untuk memperkuat posisi sebagai pusat batik di Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Kadri, upaya melestarikan batik juga dilakukan Pemkot Yogyakarta dengan mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan batik dengan berbagai cara, seperti Gerakan Jogja Membatik bersama Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) Yogyakarta yang melibatkan pelajar, guru, pekerja seni dan pengusaha UMKM.
Pemkot Yogyakarta juga menyelenggarakan Lomba Desain Busana dan Fashion Show Batik untuk para pelajar SMA, Lomba Batik Sawit Nasional, serta Fashion Show Batik Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Tantangan
Pada kesempatan tersebut, Kepala Bagian Umum Museum Batik dan Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Brahmantara, mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah pelestarian batik di kalangan generasi muda.
“Di mana kemajuan teknologi dan globalisasi, menjadi tantangan generasi muda dalam melestarikan batik yang menyesuaikan perkembangan zaman,” terangnya.
Menurut Brahmantara, pelestarian batik tidak hanya dari pendidikan formal saja, tetapi dari berbagai sisi seperti pelatihan yang diberikan melalui sanggar batik dan workshop membatik juga diharapkan aktif untuk terus berinovasi.
Dengan berbagai upaya yang diberikan tersebut akan menarik perhatian generasi muda dalam membatik yang dapat dinikmati dan mampu bersaing hingga mancanegara.
“Dengan langkah-langkah ini, Yogyakarta tidak hanya sekedar mempertahankan statusnya sebagai Kota Batik Dunia, tetapi juga memastikan warisan budaya ini akan terus hidup dan berkembang di tangan generasi muda yang inovatif dan penuh semangat,” imbuhnya.
Saat ini, proses pelestarian batik akan berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Ini menjadi salah satu tugas Museum Batik memberikan edukasi dan dukungan dalam meningkatkan riset untuk mendukung kualitas batik dan regenerasi batik di Indonesia.
“Sehingga, batik akan terus berkembang. Kami sangat terbuka dalam menjalin kerjasama,” paparnya.