logo

Kampus

PPN 12 Persen untuk Pendidikan Tidak Tepat

PPN 12 Persen untuk Pendidikan Tidak Tepat
Guru Besar FEB UGM, R Agus Sartono, mengatakan rencana pengenaan PPN 12 persen terhadap sektor pendidikan tidak tepat, karena itu sebaiknya dibatalkan. (EDUWARA/Dok. UGM)
Setyono, Kampus27 Desember, 2024 21:30 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), R Agus Sartono, menilai rencana pengenaan PPN 12 persen terhadap sektor pendidikan tidak tepat, karena itu sebaiknya dibatalkan.

“Jika pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya,” ucap Agus Sartono, dilansir pada Kamis (24/12/2024).

Menurut Agus, pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia (SDM).

“Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk,” katanya.

Pengenaan PPN 12 persen terhadap pendidikan bertaraf internasional, diakui Agus, tidak tepat sasaran mengingat pemerintah sendiri gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional.

Sementara itu, pada sisi lain, saat ini ada berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) yang telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain.

“Melalui IUP PTN-BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkapnya.

Indonesianis

Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN-BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Selain mendorong ekspor layanan pendidikan, hal tersebut juga berpotensi melahirkan para Indonesianis yang memainkan peran penting dalam membangun hubungan bilateral antar negara.

 “Ini waktu yang kurang tepat untuk pengenaan pajak di sektor pendidikan, terlebih melihat tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air yang masih terbatas,” kata Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) periode 2010-2014 dan Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) periode 2014-2021 ini.

Pasalnya, lanjut Agus, data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi penduduk usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa pada 2025. Sementara, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi ditargetkan sebesar 35 persen. Artinya, jumlah mahasiswa akan mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa.

“Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12 persen? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri,” pungkasnya.

Read Next