logo

Kampus

Akademisi Sepakat, Pembelajaran Pancasila Penting bagi Anak Didik

Akademisi Sepakat, Pembelajaran Pancasila Penting bagi Anak Didik
Lewat FGD Kamis (31/3/2022), para akademisi senior tiga PTN DIY sepakat bahwa pembelajaran tentang nilai-nilai Pancasila sangat penting ditanamkan ke anak didik untuk mencegah paham radikalisme dan terorisme. (EDUWARA/Humas UNY)
Setyono, Kampus03 April, 2022 04:55 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Para akademisi senior dari tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Daerah Istimewa Yogyakarta sepakat bahwa pembelajaran tentang nilai-nilai Pancasila sangat penting ditanamkan ke anak didik. Ini sebagai pilar utama bangsa dalam menangkal paham radikalisme dan terorisme yang mengancam kesatuan bangsa.

Kesepakatan ini menjadi benang merah dalam forum diskusi group (FGD) yang digelar oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Negeri Yogyakarta, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat UNY dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada Kamis (31/3/2022).

Dalam rilis yang diterima oleh Eduwara.com, Sabtu (2/4/2022), disebutkan bahwa diskusi yang bertema 'Pokok-Pokok Pikiran tentang Kriteria Radikalisme dan Upaya Penanggulangannya' dihadiri tiga guru besar dan satu dosen.

Mereka yang hadir antara lain Guru Besar PKN FIS UNY Mukhamad Murdiono, Guru Besar PAI FIS UNY Marzuki, Guru Besar Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan dan Dosen Fakultas Filsafat UGM Arqom Kuswanjono.

Turut hadir pula perwakilan dari BPIP yaitu Wakil Kepala Hariyono dan Deputi Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi Kemas Akhmad Tajudin.

Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan UNY Edi Purwanta menilai FGD tersebut penting sebagai harapan merumuskan bersama-sama beberapa indikator yang mengarah pada radikalisme.

"Nilai- nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa harus ditanamkan sejak dini pada jiwa seluruh generasi muda sebagai penangkalnya," katanya.

Pentingnya penanaman nilai- nilai Pancasila pada para peserta didik agar benih- benih radikalisme dan terorisme bisa ditanggulangi sedini mungkin. Karenanya diperlukan pengawasan yang ketat baik oleh pemerintah maupun BPIP sendiri.

Kesenjangan Sosial

Guru Besar UNY Murdiono mengatakan terkadang paham radikalisme timbul karena karena kurangnya kesejahteraan serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Hal- hal tersebut terkadang membuat seseorang menjadi mudah frustasi hingga mudah disusupi paham radikalisme.

"Memang kesenjangan sosial menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan radikalisme. Mereka memiliki motif mengganti ideologi negara yaitu Pancasila serta pemerintahan yang ada dengan harapan bisa lebih sejahtera. Namun tentu saja dengan jalan yang tidak benar," paparnya.

Wakil Kepala BPIP Hariyono mengatakan paham radikalisme bisa merasuki siapa saja baik itu dari kalangan intelektual, pejabat negara, maupun akademisi.

"Jika pada zaman melawan penjajah dulu, istilah radikal berkonotasi positif karena disematkan kepada partai- partai yang mendapat cap radikal seperti Indische Partij (IP) dan Partai Nasional Indonesia (PNI)," ucapnya.

Bersifat positif karena partai-partai ini merupakan bentuk berjuang merebut kemerdekaan dari para penjajah. Berbeda dengan sekarang, biasanya seseorang atau kelompok akan mendapat cap radikal bila dianggap menentang kesepakatan dari para pendiri bangsa.

Masih dari BPIP Kemas Akhmad Tadjudin meminta bangsa harus satu persepsi dalam memahami dan mengatasi paham radikalisme agar lebih efektif dalam penanggulangannya.

"BPIP juga hingga saat ini tetap bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat guna menangani berbagai hal yang mengarah pada radikalisme," tambahnya.

Dosen Filsafat UGM Aqrom Kuswanjono mengingatkan munculnya radikalisme juga tergantung pada keadaan yang ada. Kalau keadaan itu kondusif maka dipastikan tidak akan berkembang bibit radikalisme itu.

"Namun sekarang ini keberadaan media sosial perlu mendapatkan pengawasan karena indikasi menjadi media penyebaran pengaruh paham radikalisme semakin meluas," tandasnya.

Read Next