logo

Sekolah Kita

Berkat Gelang 'Monster Prokes', Maximus-Fadlan Raih Gelar BRIN

Berkat Gelang 'Monster Prokes', Maximus-Fadlan Raih Gelar BRIN
Fadlan Raya Effendi dan Maximus Quinn Hertada bersama guru pembimbing Maria Faeka memamerkan gelang pendeteksi suhu tubuh dan kerumunan bernama 'Monster Prokes', Selasa (2/11). Inovasi kedua siswa ini menjadi pemenang ketiga National Young Inventors Award (NYIA) yang diselenggarakan oleh BRIN. ((Dok. Sri Hartati Wijono))
Ida Gautama, Sekolah Kita02 November, 2021 18:45 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Dua pelajar kelas IX SMPN 5 Kota Yogyakarta mengukir prestasi dalam lomba yang digelar Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) 2021. Gelang monitor keberadaan siswa yang tidak taat protokol kesehatan (Prokes) mengantar Fadlan Raya Effendi (14) dan Maximus Quinn Hertada (14) menjadi pemenang ketiga National Young Inventors Award (NYIA).

Melalui wawancara tertulis dengan Eduwara.com, Maximus menceritakan gelang yang diberi nama 'MONSTER PROKES' ini dibuat atas keresahan mereka berdua selama proses pembelajaran tatap muka (PTM) banyak siswa yang tidak taat Prokes.

"Kami pun coba membuat sebuah alat berupa gelang berfungsi memonitor siswa selama PTM dan praktis digunakan. Proses pembuatan membutuhkan waktu kurang lebih delapan bulan," katanya, Selasa (2/11).

Selama delapan bulan itu, dengan bimbingan guru Maria Faeka Christiani, kedua pelajar ini bekerja keras mulai dari mendesain alat, menguji coba dan pengembangan piranti sehingga memiliki banyak fungsi, selain pengukuran suhu. Pada tahap akhir, 'MONSTER PROKES' berhasil dikembangkan dan diikut-lombakan ini mampu mendeteksi detak jantung, kadar oksigen dalam darah dan kerumunan siswa selama berada di lingkungan sekolah.

"Sistem kerja gelang ini menggunakan WiFi sebagai access point untuk mengirim data dan keberadaan siswa menuju komputer server pemantau siswa. Dari sini petugas dapat memantau ketaatan prokes siswa dengan praktis," jelas putra pasangan Benedictus Herry Suharto dan Sri Hartati Wijono.

Maximus mengatakan yang terpenting dari inovasi ini adalah ada dua kepraktisan penggunaan gelang tersebut bagi siswa dan petugas, yaitu efisiensi waktu saat pengecekan suhu dan kesehatan siswa, serta memantau kerumunan di lingkungan sekolah.

Menurut Maximus, inovasi ini sangat penting untuk membantu penerapan Prokes siswa secara ketat di lingkungan sekolah pada masa new normal.  

"Masih banyak siswa yang tidak taat prokes. Tentunya kita tidak mau PTM menjadi penyebab munculnya klaster baru Covid-19 sehingga pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan kembali. PJJ sangat membosankan dan sulit berkonsentrasi dalam menerima pelajaran," katanya.

Maximus bercerita, saat uji coba pertama pengembangan alat ini, karena tidak terhubung dengan WiFi, bersama Fadlan, mereka berjalan, berlari, naik sepeda sepanjang gang guna mengetes posisi, berapa kecepatan, dan data hasil pembacaan sensor dapat diterima.

"Alat ini awalnya hanya kami kemas dalam kardus yang kemudian kami beri elastis untuk dijadikan gelang. Jadi waktu uji coba, awal-awalnya di sekolah, aneh saja. Kami pakai gelang kardus, terus jalan-jalan di sekolah," ceritanya.

Usaha Ekstra

Fadlan Raya mengakui saat pembacaan Special Award, dari lima 15 nama peserta, nama mereka berdua tidak disebut. Menurutnya, ini bakal mengecewakan, karena gelar Special Award sudah sangat baik untuk didapatkan.

"Kami sudah izin tidak mengikuti ujian akhir tahun untuk bisa ikut kompetisi. Sudah izin tidak ikut ujian dan tidak mendapat award apa-apa. Namun, ternyata Tuhan memberikan kami gelar yang lebih baik dari itu dan kami sangat senang mendengar nama kami disebut pada saat pembacaan gelar juara tiga," katanya.

Kemenangan ini, menurut Fadlan, menjadi kebanggaan bagi pribadi, orang tua maupun sekolah. Pasalnya, kompetisi oleh BRIN merupakan lomba bertaraf nasional yang bergengsi dan cukup sulit untuk menjadi juara di lomba ini. Persaingan dengan ratusan peserta lainnya, dari tingkat SMP sampai SMA, dan juri lomba ini yang berkualitas me-review, menjadi tantangan.

"Kami mendapat dukungan besar dari guru, orangtua, dan rekan-rekan kami. Sekolah mengapresiasi dan mendukung saat uji coba alat ini di sekolah. Mereka sangat mendukung kami mengikuti kompetisi ini," kata putra pasangan Yusron Effendi dan Rini Sulistyaningsih.

Guru pembimbing SMPN 5 Yogyakarta, Maria Faeka menambahkan proses penelitian yang dilakukan anak didiknya ini tidak mudah karena pengetahuan yang belum cukup banyak, sehingga membutuhkan usaha ekstra untuk belajar pengetahuan baru.

"Mereka juga harus membagi waktu untuk belajar pelajaran sekolah dan mengerjakan penelitian karena dua anak ini masuk kelas akselerasi," katanya.

Jika melihat peta persaingan, kompetensi oleh BRIN ini memang tidak mudah, sebab peserta merupakan pelajar terbaik dengan inovasi terbaik mereka. Terlebih, para peserta tidak hanya terdiri dari pelajar SMP saja tetapi juga SMA. Pelajar SMA pasti memiliki pengalaman yang banyak sehingga memiliki peluang yang lebih besar dalam memenangi lomba ini. Terlebih juri sangat teliti dalam mengulas dan menilai inovasi yang diajukan para peserta. (Setyono)

Read Next