Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Melansir data yang dikeluarkan Komnas Perempuan, disebutkan bahwa sepanjang 2022 kampus menjadi tempat terbanyak terjadinya kasus kekerasan pada perempuan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkomitmen mencegah kekerasan pada perempuan dan anak, termasuk di lingkungan kampus.
Memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (HktPA), LPSK menyelenggarakan Diskusi Publik bertema ‘Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak’, Kamis (23/11/2023), di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, menegaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak ialah bentuk dari pelanggaran HAM yang harus dihapus dan dihentikan. Terkait pelaku dan tempat kejadian kekerasan seksual, dari lingkungan terdekat paling banyak terjadi, termasuk di lingkungan pendidikan.
Catatan Komnas Perempuan menyebutkan kekerasan terhadap perempuan mencapai 338.496 kasus dan kekerasan seksual sebanyak 4.660 kasus.
“Kampus menempati posisi puncak dengan 27 persen laporan. Berdasarkan data permohonan perlindungan ke LPSK 2022, tercatat pelaku oleh keluarga atau lingkungan terdekat terjadi dengan korban 93 orang dan kalangan pendidik 63 korban,” katanya.
LPSK berkomitmen mencegah dan menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tak terkecuali di lingkungan kampus. Perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana kekerasan seksual dan anak juga terus ditingkatkan.
LPSK, menurut Hasto, mendorong korban kekerasan berani speak up, melapor, dan bersaksi atas kekerasan yang terjadi, sehingga proses hukum dapat berjalan dan ditegakkan dengan baik.
“Berdasarkan permohonan perlindungan ke LPSK, beragam modus pelaku kekerasan seksual terjadi seperti melalui bujuk rayu, paksaan dan ancaman, perekaman gambar, obat bius dan lain-lain,” jelasnya.
Satgas TPKS
Hingga semester III tahun ini, LPSK dalam hal tindak pidana Kekerasan Seksual melindungi sebanyak 975 saksi dan korban terlindung, kekerasan terhadap anak 47 terlindung dan kekerasan dalam rumah tangga 28 terlindung.
Khusus di wilayah hukum Yogyakarta, terdapat 97 orang Saksi dan Korban dalam perlindungan LPSK, yaitu 88 orang Saksi Korban TPKS, 7 orang Saksi Korban penganiayaan berat, dan 2 orang Saksi Korban KDRT.
"Program perlindungan yang LPSK berikan yaitu layanan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, perlindungan fisik, pemenuhan hal prosedural, bantuan biaya hidup sementara, dan fasilitasi penghitungan restitusi," jelasnya.
LPSK bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan MoU tentang perlindungan bagi saksi, korban, pelapor, saksi pelaku, dan/atau ahli di bidang pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi. Kemudian, MoU ini dilanjutkan kerja sama dengan perguruan tinggi untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPKS.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menerangkan kunci sukses mewujudkan kampus ramah perempuan dan anak yakni Satgas TPKS yang sudah ada di setiap kampus harus aktif.
"Selalu kampanyekan berani speak up bagi korban atau saksi yang mengetahui ada kejadian kekerasan seksual di wilayah kampus mereka. Dukungan dari petinggi perguruan tinggi juga sangat penting untuk melawan kekerasan seksual di satuan pendidikan mereka," pesannya.
Pada kesempatan ini dilakukan penandatanganan komitmen bersama antara LPSK dengan 20 mahasiswa perwakilan dari universitas di DIY. Komitmen yang menyatakan sikap para mahasiswa untuk mencegah dan menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan kampus.