logo

Sekolah Kita

Digempur Isu Radikalisme dan Pandemi, Minat GenZ Masuk Pesantren tetap Tinggi

Digempur Isu Radikalisme dan Pandemi, Minat GenZ Masuk Pesantren tetap Tinggi
Pengurus Pesantren Internasional Leader School Sofyan Ats Syauri dalam webinar bertajuk ‘Pesantren & GenZ: Transformasi Sosial Berbasis Kultural’.yang digelar oleh Aurumway Foundation, Jumat (11/2/2022). (EDUWARA/Bhakti)
Bhakti Hariani, Sekolah Kita11 Februari, 2022 20:45 WIB

Eduwara.com, BANDUNG – Isu radikalisme yang menerpa pondok pesantren nyatanya tak menurunkan minat Generasi Z untuk masuk ke pesantren. Pun demikian dengan situasi pandemi Covid-19 tak menghalangi orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren. 

Hal ini diungkap Pengurus Pesantren Internasional Leader School Sofyan Ats Syauri dalam webinar yang digelar oleh Aurumway Foundation, Jumat (11/2/2022). 

Sofyan mengatakan, Generasi Z atau GenZ yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 ini masih menuruti orang tua, sehingga jika orang tua mengirim mereka bersekolah ke pesantren maka mereka tetap akan patuh. 

Meski demikian, GenZ tak bisa berpisah dengan gadget. Oleh karena itu, pemilihan pesantren akan dititikberatkan pada pesantren yang memberikan kesempatan untuk menggunakan gadget secara terkontrol dan tetap dalam pengawasan pengurus pesantren.

“Perbedaan GenZ dengan generasi sebelumnya adalah GenZ ini sangat berorientasi pada media sosial. Segala informasi apapun mereka dapatkan dari media sosial. Mereka pun tahu perihal isu radikalisme di pesantren. Tapi, jika orang tuanya memerintahkan mereka untuk masuk pesantren, mereka tetap akan menuruti. Istilahnya, merekanya mah ya santuy aja,” ujar Sofyan dalam webinar bertajuk ‘Pesantren & GenZ: Transformasi Sosial Berbasis Kultural’.

Dikatakan Sofyan, para orang tua GenZ yang berasal dari generasi sebelumnya justru yang lebih khawatir perihal isu radikalisme. Sedangkan GenZ, lanjut Sofyan, hanya perlu diberikan pemahaman dan pengarahan, maka mereka sudah bisa mengerti. 

Situasi pandemi Covid-19, menurut Sofyan, juga tak mengurangi minat orang tua untuk memasukkan anaknya ke pesantren. 

“Justru minat masuk pesantren di situasi pandemi ini malah tinggi karena orang tua khawatir kan ya kalau di luaran anaknya kemana-mana dan takut tertular, kalau di pesantren ini kan kegiatannya jelas dan terpadu. Apalagi sekarang banyak pesantren yang telah bertransformasi. Banyak pesantren bernuansa alam dan berkegiatan belajar sambil bermain di alam. Ini tentunya sangat menyenangkan dan tidak membosankan,” papar Sofyan.

Pesantren, kata Sofyan, harus luwes mengikuti perkembangan zaman sehingga tetap diminati. Apalagi saat ini, di era 4.0, santri tak hanya harus menguasai ilmu agama tapi juga memiliki kemampuan akademik di bidang bahasa dan informatika.

“Ada tiga karakter yang harus dimiliki santri yakni soleh, cerdas dan mandiri. Mereka juga harus memiliki kesadaran bertauhid, kesadaran berilmu dan kesadaran beramal soleh,” tutur Sofyan.

Hal tersebut di atas, lanjut Sofyan, dapat dipegang pesantren untuk tetap kokoh berdiri dalam mengarungi isu apapun. 

“Kenapa cuma tiga? Karena inilah pondasi untuk menjadi lembaga yang rahmatan lil alamin,” papar Sofyan. 

Read Next