logo

Kampus

Dosen Hukum Perdata se-Indonesia Tuntut Pembaruan Hukum Perikatan

Dosen Hukum Perdata se-Indonesia Tuntut Pembaruan Hukum Perikatan
APHK se-Indonesia di UII Yogyakarta, Senin (28/10/2024), mendesak pemerintah dan DPR melakukan pembaruan Hukum Perikatan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). (EDUWARA/K. Setyono)
Setyono, Kampus28 Oktober, 2024 23:29 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) mendesak pemerintah dan DPR melakukan pembaruan Hukum Perikatan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Desakan ini disampaikan di tengah-tengah pelaksanaan Konferensi Nasional IX Hukum Perdata dan Diskusi Akademik Penyusunan RUU Perikatan yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta.

Ketua Umum APHK, Y Sogar Simamora, Senin (28/10/2024), mengatakan tidak sepenuhnya perkara perdata bisa dilindungi oleh dasar hukum yang dibentuk dan diberlakukan sejak masa kolonial selama lebih dari 100 tahun itu.

“Terlebih, dengan berkembang pesatnya teknologi dan digitalisasi membuat hubungan-hubungan keperdataan di bidang perikatan menjadi semakin kompleks. Untuk itu, pembaharuan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan,” katanya.

Memperhatikan kondisi tersebut, lanjut Sogar, ketentuan hukum perikatan dalam Buku III BW dipandang perlu untuk diperbaharui sebagai upaya untuk membentuk hukum perdata nasional yang mengikuti perkembangan zaman dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip universal yang berbasis pada keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Karenanya, APHK dengan dukungan dosen-dosen hukum perdata dari berbagai Fakultas Hukum Perguruan Tinggi se-Indonesia menyatakan komitmennya bersama-sama dengan pemerintah dan DPR melakukan pembaruan dan mewujudkan hukum perikatan nasional Indonesia.

Kendati belum mendapatkan surat keputusan (SK) dari pemerintah, APHK menginisiasi pembahasan dan kajian akademik untuk merancang draft pasal per pasal RUU Hukum Perikatan. Untuk diketahui, APHK bahkan telah memulai bahasan naskah akademik RUU Hukum perikatan sejak 2019.

“Mudah-mudahan dua tahun ke depan RUU ini bisa jadi. Kenapa lama? Karena kita kerjanya keroyokan. Kalau ada SK dari pemerintah untuk bikin Tim Perumus, mungkin 6 bulan bisa jadi,” ujarnya.

Pernyataan Sikap

Dalam kesempatan itu, Dekan FH UII Budi Agus Riswandi juga mengatakan bahwa norma konstitusi ini perlu dibaca sebagai anjuran bagi segenap bangsa Indonesia merumuskan hukum yang sesuai dengan konten dan konteks masyarakat sekarang.

Artinya, lanjut Budi, normativitas ketentuan konstitusi tersebut secara terbuka memungkinkan rakyat untuk melakukan pembaruan hukum, termasuk pembaruan hukum perikatan. Upaya semacam ini juga penting dilakukan untuk memastikan agar hukum perikatan Indonesia tetap sejalan dengan perkembangan zaman.

“Mengingat pentingnya upaya menghadirkan RUU Hukum Perikatan, Dekan Fakultas Hukum di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia menyampaikan beberapa pernyataan sikap. Pertama, menegaskan pentingnya RUU Hukum Perikatan,” ujarnya.

Kedua, mengajak DPR dan Presiden beserta seluruh akademisi, praktisi hukum dan masyarakat untuk mengembangkan dokumen penelitian/naskah akademik yang komprehensif mengenai RUU Hukum Perikatan.

Ketiga, mendorong untuk mengembangkan dan memapankan, dan mengawal hingga disahkannya RUU Hukum Perikatan.

"Terakhir, kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersikap kritis dan proaktif dalam mendorong pembaharuan hukum perikatan Indonesia," pungkasnya

Read Next