Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Tiga dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa Seni dan Budaya (FBSB) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengembangkan model pembelajaran creativepreneur.
Metode pembelajaran ini diharapkan menjadi solusi strategis menghadapi tantangan masa depan, membentuk karakter kreatif, serta mempersiapkan peserta didik menjadi pelaku industri kreatif yang berdaya saing.
Ketiga dosen tersebut adalah Iswahyudi, Zulfi Hendri, dan Rony Siswo Setiaji. Mereka mengujicobakan model cretivepreneur di empat SMA, yaitu SMA Institut Indonesia Sleman, SMA Tiga Maret, SMAN 1 Turi dan SMAN 1 Ngemplak, yang semuanya berada di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dipaparkan Iswahyudi, salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka pengangguran. Pada 2024 misalnya, tingkat pengangguran mencapai 4,91 persen atau sekitar 7,47 juta jiwa.
“Kondisi ini menunjukkan pendidikan belum sepenuhnya mampu menjamin masa depan lulusan. Kami melihat di era Industri 4.0 yang membawa perubahan pesat dalam dunia kerja, dunia pendidikan perlu beradaptasi termasuk pendidikan seni,” kata Iswahyudi dilansir pada Selasa (6/5/2025).
Pendidikan seni, lanjut Iswahyudi, tidak cukup hanya mengajarkan keterampilan teknis melainkan juga harus mendorong lahirnya generasi kreatif dan inovatif yang mampu bersaing di dunia global.
Zulfi Hendri memaparkan model pembelajaran creativepreneur adalah sebuah inovasi model pembelajaran yang menggabungkan pendekatan Project Based Learning dengan keterampilan berpikir kreatif dan pendidikan entrepreneurship.
“Melalui integrasi ketiganya, peserta didik tidak hanya belajar mengembangkan proyek nyata, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan produk inovatif yang memiliki nilai ekonomis” kata Zulfi.
Lima Tahap
Model pembelajaran creativepreneur memiliki lima tahapan pembelajaran yang terstruktur dan sistematis. Tahap pertama pembelajaran creativepreneur adalah tahap pendahuluan di mana guru memberi pemahaman tentang produk kreatif yang bernilai jual dan mengajak siswa berdiskusi mengenai potensi produk tersebut.
Tahap kedua adalah tahap pengembangan ide dengan mind mapping, yaitu tahap guru membimbing siswa dalam mengembangkan ide-ide kreatif dan membuat sketsa untuk menciptakan produk yang memiliki daya tarik pasar.
Tahap ketiga merupakan tahap pelaksanaan proyek dan monitoring, di mana siswa mulai mewujudkan karya mereka dengan bimbingan, arahan dan motivasi dari guru. Sedangkan tahap penilaian hasil produk dilakukan pada tahap keempat, yaitu tahap siswa mempresentasikan hasil karya mereka dan menerima umpan balik dari guru untuk perbaikan produk.
“Terakhir adalah tahap evaluasi proses, guru dan siswa merefleksikan proses pembelajaran, mengidentifikasi potensi seni rupa sebagai peluang untuk menciptakan nilai tambah” papar Rony Siswo Setiaji.
Berdasarkan uji coba yang dilaksanakan secara bertahap, dapat disimpulkan model pembelajaran ini terbukti layak, praktis dan efektif dalam meningkatkan kreativitas peserta didik.
Guru SMA N 1, Turi Heri Untoro, mengatakan model pembelajaran creativepreneur bagus untuk mengarahkan peserta didik dalam menganalisis trend serta mendukung siswa untuk kreatif dan antusias dalam pembelajaran seni rupa.
“Melalui model pembelajaran creativepreneur diharapkan dapat membekali siswa agar siap untuk berkompetisi di dunia kerja dengan memiliki kemampuan dalam mengembangkan ide-ide kreatif menjadi peluang usaha, serta membuka ruang untuk menjadi pelaku industri kreatif yang inovatif dan berdaya saing,” harap Heri.