
Bagikan:

Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Perubahan perilaku masyarakat yang kini hidup sebagai Generasi C atau Connected Generation menjadi tantangan baru bagi perpustakaan digital Indonesia. Transformasi perilaku masyarakat yang kini hidup, berinteraksi, dan mengambil keputusan melalui jaringan digital menuntut perpustakaan untuk mengubah pendekatannya secara signifikan.
Dalam konteks ini, Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) ke-17 yang akan digelar pada 4-6 Agustus 2026 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) diproyeksikan menjadi forum strategis untuk membahas bagaimana perpustakaan dapat merespons budaya keterhubungan yang muncul di seluruh lapisan usia.
Wakil Ketua Forum Perpustakaan Digital Indonesia (FPDI), Ida Fajar Priyanto, menegaskan seluruh masyarakat Indonesia telah bertransformasi menjadi kelompok yang selalu terhubung melalui perangkat digital.
“Kondisi sekarang ini semuanya sudah menjadi masyarakat Generasi C, generasi yang connected. Sebagai realitas baru, Generasi C harus dipahami oleh pengelola perpustakaan digital di Indonesia,” ujar Ida, Kamis (4/12/3035).
Menurut Ida, perubahan ini bukan sekadar fenomena sosial. Tidak hanya anak muda, tetapi juga orang dewasa kini mengandalkan perangkat digital dalam aktivitas sehari-hari. Hal ini berdampak langsung pada pola pencarian informasi, kebutuhan literasi, hingga ekspektasi terhadap layanan perpustakaan.
Ida juga menegaskan bahwa perubahan pola perilaku ini mengharuskan perpustakaan digital mengambil peran strategis dalam membentuk masyarakat yang tidak sekadar terhubung, tetapi juga mampu memanfaatkan informasi secara bijak.
Masyarakat Pengetahuan
Lebih jauh, Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) ke-17 sengaja menggeser fokus dari teknologi ke manusia. Jika pada konferensi sebelumnya KPDI lebih menyoroti kecerdasan buatan sebagai alat dan sistem, edisi tahun depan akan memprioritaskan kajian tentang perilaku, interaksi, dan budaya informasi masyarakat digital.
“Tema sebelumnya kami berbicara tentang teknologi dalam kaitannya dengan Artificial intelligence (AI). Kali ini, kami akan membahas lebih jauh aspek manusianya. Karena sejatinya kecerdasan buatan itu membantu manusia, bukan menjadi pengganti manusia,” imbuhnya.
Perubahan pola interaksi masyarakat membuat perpustakaan digital dituntut memberikan peran yang lebih besar daripada sekadar penyedia akses informasi. Ida menekankan bahwa arah transformasi digital harus membawa masyarakat dari tahap masyarakat informasi menjadi masyarakat pengetahuan, sebuah lompatan penting dalam perkembangan budaya digital Indonesia.
Konsep masyarakat pengetahuan mengharuskan perpustakaan digital tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga berfungsi sebagai pengarah, penghubung, dan fasilitator literasi pengetahuan. Masyarakat yang terhubung memiliki potensi besar untuk berkembang, namun juga berisiko terjebak dalam kondisi informasi yang disruptif jika tidak diarahkan untuk memanfaatkannya secara produktif.
Melalui KPDI ke-17, FPDI mendorong ekosistem perpustakaan digital untuk menghadapi tantangan tersebut. Mengusung tema ‘Kesadaran Perilaku, Interaksi, dan Budaya Informasi di Era Kecerdasan Buatan’, KPDI ke-17 dirancang untuk menggagas layanan yang responsif terhadap perilaku Generasi C, memperkuat literasi digital, hingga membangun kapasitas pustakawan menuju pemanfaatan informasi yang bermakna.