logo

Kampus

Generasi Muda Masih Jadi Objek Kebijakan Publik

Generasi Muda Masih Jadi Objek Kebijakan Publik
Ilustrasi (EDUWARA/jogjaaja.com)
Redaksi, Kampus31 Desember, 2021 05:00 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Pembahasan tentang posisi generasi muda dalam politik menarik untuk disorot, terlebih menjelang Pemilu 2024. Mendominasi setengah jumlah pemilih pada Pemilu 2024 nanti, 80 juta orang muda berusia 17-35 tahun seringkali diposisikan sebagai objek ketimbang subjek dalam proses kebijakan publik. Padahal, generasi muda inilah yang menjadi motor penting penggerak pembangunan nasional, sesuai dengan perkembangan zaman.

Dalam pembukaan acara Policy Fest, beberapa minggu lalu, Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menyebutkan berbicara visi Indonesia 2045 atau Indonesia Emas 2045, ketika negara menginjak 100 tahun kemerdekaan, akan banyak pertanyaan apakah negara sudah berhasil memenuhi sebagian besar harapan masyarakat? 

“Ketika membicarakan bagaimana transformasi kebijakan publik yang menjadikan Indonesia naik kelas ke negara maju berpendapatan tinggi, mau tidak mau akan melibatkan generasi muda yang diharapkan menjadi pilar transformasi agar negara kita bisa keluar dari jebakan kelas menengah,” kata mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Republik Indonesia Periode 2019-2021.

Dalam kesempatan yang sama, Andhyta F Utami, pegiat isu kebijakan publik sekaligus CEO dan Co-Founder Think Policy, menjelaskan, kalau Bung Karno bilang berikan aku 10 pemuda, tidak cukup hanya 10 pemuda saja, tetapi pemudanya juga harus yang berdaya dan berhimpun. 

“Kami di Think Policy percaya orang muda berdaya dan berhimpun tidak hanya ingin mengguncang dunia, tetapi mampu selesaikan berbagai masalah sosial di sekitarnya,” katanya.

Think Policy, yang dibentuk pada 2019 oleh sekelompok orang muda, memiliki passion di kebijakan publik sebagai ruang belajar, bersuara, dan kolaborasi lintas sektor, untuk mendorong kebijakan publik berbasis bukti dan empati.

Tantangan Baru

Andhyta menambahkan, tantangan pemuda abad 21 adalah tantangan baru yang belum dihadapi generasi sebelumnya, seperti isu lingkungan, tenaga kerja, keamanan digital, dan lain sebagainya. 

“Inilah pentingnya kehadiran wadah-wadah yang bisa membantu generasi muda agar punya perspektif kebijakan publik dengan cita-cita negara kita menjadi negara maju, berdaulat, adil dan makmur,” katanya.

Hal ini pula yang melatarbelakangi diselenggarakan Policy Fest oleh Think Policy, yang juga diharapkan akan mendorong kesadaran para pemangku kebijakan akan urgensi membuka ruang keterlibatan bagi orang muda dalam kebijakan publik. 

Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, Taufik Hanafi, menjelaskan dalam Indeks Pembangunan Pemuda dari Bappenas dan kementerian lainnya, terdapat perkembangan dua indikator yang perlu menjadi perhatian generasi muda, yakni indikator partisipasi pemuda, dan kepemimpinan pemuda yang relatif lambat dibanding indikator lainnya.

Indikator ini melihat bagaimana pemuda jadi pemimpin terutama dalam mengusulkan solusi alternatif dalam tahapan dan tingkatan pembangunan.

Untuk itu pertemuan ini menjadi sangat penting dan sangat strategis melihat peran pemuda dalam kebijakan publik yang menjadi keniscayaan dan prasyarat penting untuk keberhasilan pembangunan nasional. 

Policy Fest dihadiri ribuan pegiat kebijakan publik seperti pembuat kebijakan dan profesional muda dari sektor publik (ASN), swasta, bahkan politisi lintas partai yang berkumpul belajar bersama-sama mengenai urgensi kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari di tengah tuntutan Indonesia menuju negara maju pada 100 tahun Indonesia merdeka.

 

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh TIES pada Kamis 30 Desember 2021.

Read Next