logo

Sekolah Kita

Kemendikbudristek Tegaskan Pembelajaran Tatap Muka Bersifat Adaptif

Kemendikbudristek Tegaskan Pembelajaran Tatap Muka Bersifat Adaptif
Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi Sri Wahyuningsih dalam Webinar Ruang Keluarga SoKlin Antiseptik bertema PTM di Tengah Kasus Omicron yang Beranjak Naik, Bagaimana Orang Tua Menyikapinya?”yang digelar oleh WingsGroup Indonesia. (Eduwara/Bhakti)
Bhakti Hariani, Sekolah Kita21 Januari, 2022 15:57 WIB

Eduwara.com, JAKARTA –Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menegaskan bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) bersifat adaptif terhadap perkembangan kasus Covid-19.

Hali itu diungkapkan oleh Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi Sri Wahyuningsih dalam Webinar Ruang Keluarga SoKlin Antiseptik bertema PTM di Tengah Kasus Omicron yang Beranjak Naik, Bagaimana Orang Tua Menyikapinya?”yang digelar oleh WingsGroup Indonesia.

Sri menegaskan tidak boleh ada diskriminasi terhadap anak-anak yang menjalankan PTM ataupun Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). “Jika PJJ, tentunya kita membutuhkan porsi peranan orang tua yang lebih besar,” ujar Sri, Kamis (20/1/2022).

Keputusan untuk melaksanakan PTM, lanjut Sri Wahyuningsih, diambil guna menekan fenomena learning loss yang berpotensi terjadi akibat pembelajaran secara daring yang berkepanjangan. Pemerintah sendiri sudah menyiapkan regulasi terkait protokol kesehatan yang cukup ketat. 

Ditegaskan Sri Wahyuningsih, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan hak perlindungan kepada peserta didik, agar mereka sehat dan selamat. “Prioritas sehat dan selamat untuk para peserta didik PTM Terbatas 100 persen, ingat terbatas ya, apalagi di sekolah yang berada pada zona level 3, itu masih harus bergiliran masuk sekolah atau blended learning,” tegasnya. 

Saat ini, secara nasional, terdapat sekitar 285 kabupaten kota yang berada di level 1, sehingga dapat menjalankan PTM terbatas 100 persen. Pelaksanaan PTM pun disesuaikan dengan level kasus infeksi Covid-19 per daerah.

Sejatinya, kata Sri, pemerintah menyadari akan pentingnya kesehatan, namun pendidikan juga merupakan hal yang penting. 

“Pendidikan ini kalau sudah ketinggalan, mengejarnya susah, tidak main-main. Secara nasional kualitas pendidikan kita sudah tertinggal, bahkan masih ada anak-anak yang belum bisa membaca, ditambah dengan situasi pandemi lagi. PTM adalah jawaban untuk mengejar ketertinggalan, tapi tetap prokes, prokes, dan prokes,” papar Sri.

Penerapan PTM ini, kata Sri, dilakukan hanya jika para tenaga pengajar sudah divaksin secara lengkap dan peserta didik divaksin secara bertahap. PTM pun dilakukan dengan disiplin prokes yang ketat, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan proses pembelajaran harus dikawal dengan baik. Proses PTM yang aman pun dapat tercipta dengan peran keluarga selain penerapan prokes yang baik di sekolah dan juga vaksinasi. 

“Vaksinasi dan prokes saja tidak cukup, perlu adanya perubahan perilaku yang baik pula. Orang tua harus dapat mengedukasi anak-anak bahwa kita harus menjadi masyarakat yang siap menghadapi tantangan, seperti pandemi ini. Kita harus bisa saling menguatkan dan saling mengingatkan,” ujar Sri Wahyuningsih.

Kurikulum Prototipe

Sementara itu, Sri Wahyuningsih menambahkan, dampak pembelajaran jarak jauh berkepanjangan menyebabkan capaian pembelajaran menurun, penurunan kualitas karakter anak, penurunan kedisiplinan, dan meningkatnya stress pada anak dan angka putus sekolah. 

Seluruh pemerintah daerah diharapkan memberikan alternatif mendorong fasilitas dan layanan pembelajaran agar menumbuhkan kembali rasa semangat anak-anak. 

Kemendikbudristek sendiri akan menerapkan kurikulum khusus (prototipe) dimana kurikulum ini lebih sederhana dan esensial daripada kurikulum K13. Kurikulum ini akan diberikan kepada wajib kepada 2.500 sekolah penggerak dari PAUD, SD, SMP, SMA dan SLB yang terpilih dari 115 kota dan kabupaten mulai tahun ajaran baru 2022/2023 mendatang. 

“Ini adalah upaya agar tidak terjadi demotivasi belajar pada anak-anak sekolah, karena memperoleh pendidikan adalah hak setiap anak,” pungkas Sri Wahyuningsih.

Read Next