logo

Kampus

Menkes: Di Presidensi G20 Indonesia Dorong Pemerataan Fasilitas Kesehatan Dunia

Menkes: Di Presidensi G20 Indonesia Dorong Pemerataan Fasilitas Kesehatan Dunia
Menkes Budi Gunadi menyatakan di bidang kesehatan, Kamis (17/3/2022) Indonesia dalam Presidensi G20 mendorong pemerataan fasilitas dan sumber daya manusia. Keterlibatan perguruan tinggi dalam penyediaan dan penelitian pada vaksin menjadi penting. (EDUWARA/Setyono)
Setyono, Kampus17 Maret, 2022 21:17 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan dalam Presidensi G20, Indonesia mendorong pemerataan fasilitas dan sumber daya manusia (SDM) di dunia, terutama dalam bidang kesehatan. Dalam hal ini, keterlibatan perguruan tinggi dalam penyediaan dan penelitian pada vaksin menjadi penting.

"Pandemi Covid-19 menjadi pelajaran untuk setiap negara agar semakin meratakan fasilitas kesehatan di dunia, salah satunya vaksinasi. Kami meminta Universitas Gadjah Mada (UGM) turut andil dalam global manufacturing hub di masa yang akan datang," jelas Budi Gunadi di UGM, Kamis (17/3/2022).

Agenda ini, menurutnya, bertujuan utama meredistribusi penelitian di bidang kesehatan, seperti vaksinasi, agar tidak terfokus di negara maju saja. Pasalnya, redistribusi dalam kemampuan manufaktur dan orang-orang pintar, peneliti di seluruh dunia sangat penting.

Budi Gunadi di UGM menjadi satu dari dua Menteri yang berbicara dalam seminar pembuka 'Recover Together, Recover Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia' di Balai Senat UGM. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi pembicara selanjutnya.

"Supaya apa? Kita enggak tahu, ke depannya ini akan muncul outbreak dari mana. Bisa mulai dari China, Brazil, Afrika Selatan atau bahkan dari Maluku. Saat outbreak terjadi, kita siap dan tim lokalnya juga siap," paparnya.

Dengan pemerataan di bidang kesehatan, ini menjadi antisipasi terhadap apapun yang terjadi di masa yang akan datang. Di mana negara-negara bisa bisa segera melakukan tindakan cepat untuk menghalau kemungkinan terburuk.

Global Manufacturing Hub

Ke depan, pembuatan vaksinasi tidak lagi terpusat pada negara bagian utara saja, tetapi juga di bagian selatan. Ini juga merupakan upaya untuk menyejahterakan kehidupan bangsa dari bidang kesehatan.

"Selama ini, ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat di negara bagian utara, yang sering disebut sebagai tempat peradaban dunia. Sementara, perkembangan ilmu di negara di bagian selatan tidak secepat di bagian utara. Anggapan ini harus dipatahkan dengan proses redistribusi ilmu pengetahuan," ungkapnya.

Dia mencontohkan pada sisi dunia bagian selatan, di mana ada India dan Indonesia akan punya global manufacturing hub. Sekarang ini sudah saatnya membuka pintu akan akses dana dan pembiayaan.

"Saya minta, seluruh perguruan tinggi yang punya kapasitas untuk ikut. Setahu saya, UGM sudah diajak, untuk jadi konsorsium riset global. Kita akan mulai dari vaksin mRNA," jelas Budi.

Dilanjutkannya, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) atau Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi memiliki target 100 hari pengembangan vaksin uji klinis pertama. Program ini tidak akan terjadi jika kampus tidak ikut melakukan riset.

"Jadi, setiap kali ada outbreak, kita bisa bikin vaksin dalam 100 hari, masuk uji klinis tahap 1. Sekarang yang memungkinkan ya teknologi mRNA. Kemenkes tidak melakukan riset, riset ada di berbagai PT di mana mereka punya orang pintar, lab dan suasana untuk riset," terangnya.

Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), Ova Emilia mengatakan global manufacturing hub bisa dikembangkan di Indonesia. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana serta bahan baku.

"Peran universitas sangat penting karena di sini selain riset, fokus menunjang penelitian dan pengembangan vaksin, tapi juga isu yang berkaitan dengan perilaku sosial masyarakat," terangnya.

Read Next