logo

Kampus

Perguruan Tinggi, Institusi Alternatif Pengawal Demokrasi Berkeadaban

Perguruan Tinggi, Institusi Alternatif Pengawal Demokrasi Berkeadaban
Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Sholih Muadi, saat menjadi Keynote Speech pada Dialog Publik Demokrasi Peradaban: Menyongsong Pemilu 2024 di Gedung Widyaloka UB, Kamis (17/2/2022). (EDUWARA/Istimewa)
Fathul Muin, Kampus17 Februari, 2022 23:57 WIB

Eduwara.com, MALANG -- Perguruan tinggi dapat berperan sebagai institusi alternatif untuk mengawal demokrasi yang berkeadaban. 

Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Sholih Muadi, mengatakan Pemilu 2024 sudah di depan mata. Kompetisi politik lima tahunan ini sudah mulai disiapkan. Tanggal 14 Februari 2024 akan menjadi ajang para kontestan meraih target politik masing-masing.

"Perwujudan demokrasi berkeadaban bisa dilakukan salah satunya melibatkan institusi alternatif, yaitu perguruan tinggi," katanya  saat menjadi KeynoteSpeech pada Dialog Publik Demokrasi Peradaban: Menyongsong Pemilu 2024 di Gedung Widyaloka UB, Kamis (17/2/2022).

Ada tiga kekuatan yang bisa dilakukan perguruan tinggi untuk demokrasi peradaban. Perguruan tinggi ini bisa jadi institusi alternatif karena mereka bisa menjadi kontrol sosial, refleksi sosial hingga agen perubahan sosial.

Menurut dia, proses demokrasi saat ini masih banyak mengutamakan politik uang. Masih banyak pemilih transaksional pada setiap momen pemilu atau pilkada.

"Ada yang bilang pemilih transaksional sekitar 40 persen. Tapi saya yakin, lebih dari itu sebab banyak orang di desa yang akan berangkat ke tempat pemilihan jika ada yang memberi uang kepadanya," ujar Sholih yang juga dosen Ilmu Politik UB ini.

Pemilih transaksional ini yang membuat pemilih lebih memilih calon yang bukan kuat soal program atau visi misi, namun calon yang kuat dengan modal finansial.

"Ini fakta bahwa kondisi demokrasi kita masih seperti ini. Semoga 2024 kondisinya akan berbeda," paparnya.

Read Next