logo

Sekolah Kita

Program MBG Butuh Indikator Keberhasilan dan Standarisasi

Program MBG Butuh Indikator Keberhasilan dan Standarisasi
Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Sinduadi Timur, Kecamatan Mlati, Sleman, DIY, Jumat (17/1/2025). (EDUWARA/K. Setyono)
Setyono, Sekolah Kita22 Januari, 2025 00:40 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Tiga minggu pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai belum menunjukkan indikator keberhasilan dan standarisasi nasional menu. Pasalnya, masih banyak hal yang sepertinya belum dibahas lebih mendalam dalam pelaksanaan MBG, terutama indikator keberhasilan program ini.

Hal ini disampaikan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (FTP UGM), Eni Harmayani. Ia mengatakan program ini perlu dikaji lebih dalam mengenai jenis menu makanan dan cara pengolahan agar tidak terjadi food waste.

“Setiap daerah memiliki budaya atau kebiasaan tersendiri dalam mengolah pangan sehingga penting untuk diadakan standarisasi nasional dalam penentuan menu, kandungan gizi bahan baku, dan pengolahan pangan tersebut agar kandungan gizinya tetap terjaga,” kata Eni, dilansir Selasa (21/1/2025).

Untuk memantau indikator keberhasilan dan standarisasi nasional tersebut perlu diadakan kolaborasi dengan berbagai pihak agar hasilnya maksimal, mulai dari pihak sekolah, ahli pangan, ahli gizi, dan pemerintah daerah setempat.

“Program ini perlu ada indikator keberhasilan yang melibatkan sekolah karena lingkupnya yang kecil sehingga proses pemantauan pun lebih terjaga dan bisa melibatkan orang tua yang lebih mengerti anaknya,” paparnya.

Menurut Eni, dapur umum yang saat ini digunakan untuk program MGB juga harus dikelola secara profesional sehingga tidak menjadi kendala. Banyak pertimbangan yang harus dilakukan, seperti apakah makanan yang disajikan masih layak makan, proses preparasi atau penyiapan makanan, dan kebersihan dari dapur itu sendiri. 

Karena itu, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak tentang pengolahan, penyimpanan, dan distribusi makanan sehingga memunculkan edukasi tentang bagaimana cara menyiapkan makanan yang sehat dan bergizi.

“Program MBG adalah program yang positif yang dilakukan karena ada urgensi untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia. Apabila program ini tidak terencana dengan baik maka keefektifan dan keberlanjutannya pun dipertanyakan,” tuturnya.

Evaluasi

Sebelumnya, Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengatakan pemerintah telah mengevaluasi pelaksanaan penyiapan menu usai kasus keracunan di Karanganyar, Jawa Tengah. Evaluasi ini berfokus memperkuat SOP yang diterapkan Badan Gizi Nasional (BGN) dan sampel makanan tengah diperiksa Dinas Kesehatan setempat.

"Kami berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi. BGN akan mengevaluasi agar tingkat kebersihan dan higienis lebih ditingkatkan. Yang penting anak-anak aman," tuturnya.

Nasbi juga mempersilahkan daerah mencontoh Kota Yogyakarta yang mewajibkan siswanya membawa bekal makan siang selama belum tersentuh program MBG. Namun yang pasti sudah menjadi kewajiban negara menyediakan makan bergizi gratis.

“Kalau ada yang mau, daerah atau sekolah, menyediakan sendiri itu silahkan, nggak boleh ada larangan. Ini kan hak masyarakat. Tetapi bagi negara, itu adalah kewajiban untuk memberikan pelayanan makan bergizi gratis,” paparnya.

Kebijakan Kota Yogyakarta yang meminta siswa membawa bekal sendiri untuk dimakan, Hasan menegaskan dirinya tidak menyampaikan hal itu untuk dicontoh. Tapi kalau ada daerah yang berinovasi seperti hal tersebut, diserahkan ke daerah masing-masing.

Read Next