logo

Kampus

Sistem Pendidikan Nasional Dinilai Belum Mampu Sediakan Talenta Digital

Sistem Pendidikan Nasional Dinilai Belum Mampu Sediakan Talenta Digital
Menaker Ida Fauziah saat berbicara pada acara pembekalan bagi calon mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta periode I tahun ajaran 2022/2023, Selasa (22/11/2022) siang. (UGM)
Setyono, Kampus23 November, 2022 15:02 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan ditengah perkembangan pesat era dan industri digital, ternyata sistem pendidikan nasional belum mampu menyediakan tenaga atau talenta digital yang diharapkan.

Demikian yang dia ungkapkan saat berbicara pada acara pembekalan bagi calon mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta periode I tahun ajaran 2022/2023, Selasa (22/11/2022) siang.

"Data World Digital Competitiveness 2021 mencatat daya saing digital di Indonesia berada di peringkat 53 dari 64 negara," katanya.

Kondisi ini menunjukkan banyak perusahaan di Indonesia yang sulit mencari karyawan dengan kemampuan digital yang memadai.

Di tengah ledakan adopsi teknologi, daya saing digital Indonesia masih rendah dan tidak sedikit perusahaan yang kesulitan mencari karyawan dengan kemampuan digital tinggi.

Di hadapan mahasiswa UGM yang akan diwisuda pada 23 November 2022 sampai 24 November 2022 ini,  Ida menyampaikan digitalisasi telah membawa perubahan terhadap jenis pekerjaan dan skill yang dibutuhkan di pasar kerja.

"Tumbuhnya jenis pekerjaan baru membutuhkan kompetensi baru yang harus dikuasai tenaga kerja agar tidak tertinggal dalam persaingan global. Tenaga kerja dituntut tidak hanya menguasai penguasaan teknologi, namun memiliki soft skill yang memadai," ungkapnya.

 Di era kemajuan teknologi saat ini, Ida menegaskan soft skill sangat dibutuhkan. Sebab, hard skill bisa dipenuhi dengan teknologi, tetapi soft skill tidak bisa dipenuhi teknologi, melainkan dari manusia itu sendiri.

Karenanya dibutuhkan pemikiran yang kreatif, inovatif, analitis, kritis, fleksibel dan kewirausahaan dari generasi muda saat ini agar bisa berdaya siang memasuki dunia kerja di era digital.

"Hal-hal ini harus menjadi highlight dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja di tengah kemajuan teknologi dan informasi,"tuturnya.

Ida mengatakan digitalisasi tidak hanya menggeser kebutuhan keterampilan dan kenis pekerjaan saja, tetapi juga meningkatkan risiko mismatch pasar kerja. Hingga sekarang, di Indonesia masih dijumpai kondisi mismatch di pasar kerja baik secara vertikal maupun horisontal. 

"Mismatch vertikal yakni ketika seorang bekerja tidak sesuai dengan level pendidikannya, misalnya lulusan sarjana mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan lulusan SMA. Lalu, mismatch horisontal yaitu ketidakcocokan antara latar belakang pendidikan dan pekerjaan seperti lulusan sarjana teknik mesin bekerja sebagai manajer keuangan," lanjutnya.

"Masih bersyukur saat mismatch tetap mau bekerja, ada proses reskilling dan upskilling. Yang jadi masalah karena tidak mau lakukan reskilling dan upskilling, lebih senang menganggur karena tidak ada kesesuaian, tidak mau sengsara. Kalau ini terjadi maka lulusan perguruan tinggi akan jadi penyumbang pengangguran di Indonesia,"urainya.

Meskipun tantangan dunia kerja di Indonesia sangat kompleks, Ida berpesan kepada calon wisudawan UGM untuk tidak takut terhadap digitalisasi. Sebab, kebutuhan di pasar kerja pada era digital lebih membutuhkan soft skill seperti pemikiran analitis, inovatif, kreatif, kepemimpian dan pemberi pengaruh sosial dan lainnya. Karenanya tenaga kerja muda diharapkan dapat menguasai soft skill yang dibutuhkan di era digital saat ini.

Berikutnya, tenaga kerja muda diharapkan bisa berpartisipasi secara aktif dalam komunitas atau jejaring keterampilan kontemporer. Misalnya, komunitas desain komunikasi visual, content creator, vlogger, youtuber, seni dan lainnya.

"Jangan pernah berhenti belajar, jangan mudah menyerah terhadap persaingan di pasar kerja. Terus bangun komunikasi dan profesionalitas di tempat kerja dan membangun keterampilan diri,"ucapnya.

Read Next