Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Tergabung dalam ‘Behing Project’, mahasiswa Program Studi Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta bakal mementaskan ‘Hemereng’ pada Sabtu (4/5/2024) di Gedung Societet Militer-Taman Budaya Yogyakarta.
Disutradarai Bramanti Fauzal Nasution dan Herry Making, Hemereng dibawakan dalam bentuk pertunjukan teater eksperimental. Pementasan ini telah melalui berbagai tahapan observasi, eksplorasi, dan juga refleksi.
Hemereng disebut sebagai pertunjukan yang bertujuan menjadi jembatan komunikasi kuat dalam memfasilitasi penyampaian keresahan tentang dampak persoalan sampah serta membangun kesadaran masyarakat, khususnya pada generasi muda mengenai upaya nyata akan penanggulangan permasalahan sampah.
"Dalam proses penciptaan, kami tidak hanya terinspirasi masalah lingkungan, tetapi juga ingin menyampaikan pesan tentang dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, termasuk pemulung yang berada di TPS Piyungan, yang baru saja ditutup pada April 2024 lantaran kuota sampah masuk yang melebihi batas,” kata Producer Behing Project, Adelaida Mawong, dilansir pada Rabu (17/4/2024).
Melalui pertunjukan, diharapkan hal tersebut dapat membuka mata masyarakat akan pentingnya penanganan sampah yang bertanggung jawab, tidak hanya untuk lingkungan, tetapi juga untuk keberlangsungan ekonomi lokal.
Panggung Reflektif
Emanuel de’Vester Wruin, penulis ‘Hemereng’, dalam naskahnya menekankan pertunjukan ini bukan sekadar sebuah medium seni belaka, melainkan sebuah panggung reflektif yang memperlihatkan peristiwa ekologis yang terjadi di Piyungan dengan penggambaran yang mendalam.
Melalui narasi yang kaya, ‘Hemereng’ berupaya menggambarkan kompleksitas moral dan ekonomi yang terkandung dalam masalah sampah di Yogyakarta.
“Tempat penampungan akhir bukan hanya sekedar lokasi pembuangan sampah, tetapi juga panggung dramatis bagi perasaan terbuang, terabaikan, dan terlupakan dengan mengeksplorasi dimensi alam dan waktu yang tak terbantahkan. Menyoroti bahwa sampah bukan sekadar bahan pembuangan, tetapi juga menjadi cermin dari krisis kesadaran dan tanggung jawab lingkungan,” kata Emanuel de’Vester Wruin.
Pertunjukan ini merupakan representasi dari peristiwa ekologis yang terjadi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Piyungan yaitu Lindi, yang mencemari sumur dan sawah milik warga.
Rasyidin Wig Maroe, dosen Program Studi Teater di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh dan Seniman Teater Aceh yang sedang mengejar gelar doktoral di ISI Surakarta, telah mengulas konsep visual Pertunjukan Teater ‘Hemereng’.
Dalam ulasannya, Rasyidin menggambarkan bagaimana gagasan yang diusulkan oleh Behing Project memiliki potensi untuk menciptakan sebuah budaya adaptif yang berdampak pada kolaborasi antara para praktisi seni, mahasiswa ISI Yogyakarta, dan alumni yang memiliki dedikasi terhadap perubahan sosial melalui seni.
“Pementasan ini bisa menjadi salah satu cara berbagi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pertunjukan ini tidak hanya menjadi wadah kreativitas yang menghasilkan sebuah karya seni, melainkan juga merupakan sebuah panggung reflektif yang mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari krisis sampah yang sedang berlangsung,” tutupnya.