logo

Kampus

Terlampau Sederhana, MDGB PTN BH Usulkan Aturan Gelar Profesor Kehormatan Ditinjau Lagi

Terlampau Sederhana, MDGB PTN BH Usulkan Aturan Gelar Profesor Kehormatan Ditinjau Lagi
Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MDGB PTN BH) Harkristuti Harkrisnowo menjelaskan jika pihaknya bakal mengusulkan policy briefs kepada pemerintah terkait skema pemberian gelar profesor kehormatan. Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021, yang mengatur tentang pemberian gelar profesor kehormatan, diusulkan untuk ditinjau lagi. (EDUWARA/K. Setyono)
Setyono, Kampus17 Juni, 2023 01:59 WIB

Eduwara.com, JOGJA - Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MDGB PTN BH), Harkristuti Harkrisnowo mengatakan pihaknya akan mengusulkan ringkasan kebijakan (policy briefs) kepada pemerintah terkait skema pemberian gelar profesor kehormatan.

"Persoalan profesor kehormatan sudah lama kami bahas dan ini sudah rapat pleno ketiga. Kenapa? Karena kami sebagai profesor harus melalui tahap-tahap tertentu dan menuntut kami melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi," jelas Harkristuti di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (16/6/2023).

Setelah menyandang gelar profesor, lanjut Harkristuti, seorang akademisi harus melakukan lebih banyak Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan syarat-syarat yang besar tersebut, gelar profesor kehormatan tidak bisa sembarangan.

"Namun sekarang itu seakan-akan pemberian gelar jabatan akademik menjadi rebutan karena orang yang menyandangnya merasa lebih terhormat, walaupun dalam hal keilmuan tidak ada," ungkap Guru Besar Universitas Indonesia ini.

Harkristuti lantas mencontohkan bagaimana pemberian gelar Raden di wilayah Jawa Tengah harus melalui proses penelitian yang luar biasa terhadap jasa dan peran yang bersangkutan dalam membangun masyarakat.

"Ini sekarang yang tengah menjadi konsen kami. Sehingga kami juga tengah menyusun semacam policy brief hingga berlanjut ke depannya," katanya.

Peninjauan Kembali

MDGB PTN-BH sebelumnya menganggap perlu dilakukan peninjauan kembali ketentuan profesor kehormatan agar tidak diberikan dengan cara terlampau sederhana. Pasalnya, ketentuan profesor kehormatan mewajibkan adanya Tri Dharma Perguruan Tinggi di mana penerima profesor kehormatan harus melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 

Jika penerima profesor kehormatan tidak melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi maka jabatan tersebut harus dicabut. Oleh karena itu, MDGB PTN-BH mengajukan usulan kepada Kemendikbudristek agar aturan tersebut ditinjau kembali. Aturan profesor kehormatan tertera dalam Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021.

Untuk diketahui, profesor kehormatan termasuk jenjang jabatan akademik profesor yang diberikan sebagai penghargaan. Jabatan ini biasanya diberikan kepada kalangan non-akademik yang memiliki kompetensi luar biasa.

Beberapa kriteria penerima ini antara lain memiliki kualifikasi akademik minimal doktor, berkompetisi, berprestasi dan berpengetahuan luar biasa, mempunyai pengalaman luar biasa yang relevan dengan prestasi, serta berusia paling tinggi 67 tahun.

Profesor kehormatan berbeda dengan gelar Doktor Honoris Causa. Gelar Doktor Honoris Causa biasanya diberikan berdasarkan kontribusi, sedangkan profesor kehormatan dilihat dari hasil kerja. Di samping itu, penerima profesor kehormatan memiliki kewajiban untuk melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Read Next