logo

Kampus

UII dan Komnas HAM Sepakat Perkuat Masyarakat Sipil dan Akademisi

UII dan Komnas HAM Sepakat Perkuat Masyarakat Sipil dan Akademisi
Diskusi panel bertajuk ‘Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Negara Demokrasi’, yang diselenggarakan UII bekerja sama dengan Komnas HAM, Jumat (26/4/2024). Kerja sama yang terjalin antara UII dan Komnas HAM diwujudkan dalam bentuk penandatanganan nota kerja sama yang menitikberatkan pada penguatan kebebasan berpendapat dan berekspresi di masyarakat sipil maupun akademisi. (EDUWARA/Dok. UII)
Setyono, Kampus27 April, 2024 19:51 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menandatangani kerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penguatan kebebasan berpendapat dan berekspresi di masyarakat sipil maupun akademisi.

Dalam kerja sama tersebut, UII diwakili Fakultas Hukum yang ke depannya akan melakukan kajian mendalam di berbagai bidang tentang penguatan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah satunya melalui diskusi panel bertajuk ‘Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Negara Demokrasi’, yang diselenggarakan pada Jumat (26/4/2024) siang.

“Saya berharap dengan kerja sama dalam berbagai bidang antara UII dan Komnas HAM akan menjadi basis aktivitas yang memberikan manfaat pada masyarakat luas. Meski saya tahu, di luar sana, ada berbagai pendapat berbeda mengenai pengertian demokrasi,” papar Rektor UII Fathul Wahid saat memberi sambutan.

Dalam konteks negara demokrasi, Fathul menjelaskan ada banyak 2.234 deksripsi demokrasi yang disebut dalam literatur. Di sana misalnya, terdapat demokrasi liberal, illiberal, keterwakilan (representative), cepat (fast), lambat (slow), besar (big), kecil (small), putih (white), hitam (black), hijau (green), pelangi (rainbow), feminin (feminine), maskulin (masculine), torpedo-boat, dan sekitar dua ribuan predikat lainnya

“Pada konteks negara, efek bisu adalah tingkat apatisme warga negara, terutama kaum terpelajar atau pegiat masyarakat sipil, ketika melihat masalah berbangsa dan bernegara. Efek tuli adalah derajat ketidakpedulian pemerintah ketika mendengar suara warga negara,” katanya.

Pengembangan Diri

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan diskusi panel dapat membuka cakrawala yang lebih luas serta mampu memberi penguatan kepada masyarakat sipil dan akademisi tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan syarat mutlak untuk pengembangan diri individu/seseorang/warga negara dan merupakan hal yang penting bagi masyarakat di manapun dan merupakan fondasi yang penting bagi masyarakat yang demokratis,” ucapnya.

Dipaparkan, pada periode 2021-2023, Komnas HAM menerima pengaduan terkait hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat sebanyak 48 pengaduan. Detail aduan ini paling banyak tentang kebijakan menyampaikan pendapat di muka umum sebanyak 14 aduan; ancaman, intimidasi dalam mimbar ilmiah 11 aduan; penangkapan dan penahanan massa dalam orasi/menyampaikan pendapat di muka umum 9 aduan, kriminalisasi terkait UU ITE 6 aduan.

“Salah satu yang perlu dicermati terkait ancaman/intimidasi dalam mimbar ilmiah dan kriminalisasi terkait UU ITE,” tegasnya.

Selain itu, ancaman terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat seringkali berkaitan dengan situasi politik yang sedang berlangsung, termasuk salah satunya pemilu atau pilkada.

Salah satu pembicara, koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan situasi demokrasi Indonesia semakin memburuk. Salah satunya seperti munculnya serangan digital pada ekspresi di ruang publik media sosial.

“Mereka menyasar pada mereka yang tengah menyeimbangkan narasi yang sedang dikonstruksi oleh negara, misalnya isu pemberantasan korupsi,” katanya.

Read Next