logo

Kampus

UII Yogyakarta Diharapkan Jadi Bagian Ekosistem Keilmuan Sosial dan Keagamaan

UII Yogyakarta Diharapkan Jadi Bagian Ekosistem Keilmuan Sosial dan Keagamaan
Kampus UII Yogyakarta (EDUWARA/Dok. UII Yogyakarta)
Setyono, Kampus24 September, 2025 01:32 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid mengingatkan akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta untuk terus menjadi bagian ekosistem keilmuan sosial dan keagamaan. Semangat inilah yang pertama kali diusung Rektor UII Yogyakarta yang pertama, Abdul Kahar Mudzakkir, sebagai tokoh pembaharuan Islam Indonesia.

Hal ini disampaikan Fathul Wahid saat peluncuran buku karya peneliti senior dunia Islam Indonesia asal Jepang, Mitsuo Nakamura yang berjudul ‘Mengamati Islam di Indonesia 1971–2023’, Selasa (23/9/2025). 

Nakamura dikenal sebagai peneliti Jepang pertama yang mengabadikan diri selama lebih dari 50 tahun meneliti Islam Indonesia sejak 1971. Buku ini memuat berbagai kumpulan tulisan Nakamura tentang sejarah pemikirannya secara diakronis untuk mengetahui atau menunjukkan pergeseran minat dan kajian pada momen-momen tertentu dalam kehidupan keagamaan di Indonesia.

“Tulisan Bapak Nakamura sangat bervariasi dalam hal isu, rentang waktu, maupun bentuk tulisannya, mulai yang berasal dari jurnal, koran, chapter buku, hingga tulisan ringan lainnya. Buku ini memberikan gambaran nyata bagaimana kondisi Islam Indonesia di hari ini,” kata Fathul saat memberi sambutan.

Sebagai sahabat dekat Abdul Kahar Mudzakkir, Nakamura menjadi saksi kunci bagaimana sosok Mudzakkir dikenal sebagai tokoh pergerakan pembaharuan Islam Indonesia. Maka, wajar jika UII Yogyakarta bukan sebuah entitas yang berdiri sendiri melainkan bagian dari ekosistem keilmuan sosial dan keagamaan yang turut menuntut perjalanan bangsa. 

“Dengan membaca buku ini kita diajak ke masa lalu, menguji pemahaman kita terhadap masa kini, dan merancang langkah-langkah yang lebih bijak untuk masa depan,” terangnya.

Bagi Fathul, Nakamura adalah saksi hidup perjalanan sejarah bagaimana organisasi Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama dan ekspresi keIslaman lainnya berkembang. Tak hanya itu, jika dirangkum mendalam, tulisan di buku tersebut seperti memberikan gambaran utuh dunia Islam Indonesia, mulai dari zaman kolonial sampai reformasi.

“Karena jangkauan dan daya jelajah, karya Nakamura telah menembus jauh perspektif sebelum 1971 dan sesudahnya. Perspektif yang disajikan di buku inilah yang menjadikan buku ini berharga,” paparnya.

Proyeksi 

Kehadiran buku tersebut, dinilai Fathul, akan menuntut generasi sekarang untuk membedah kembali tentang gagasan, konflik, dan rekonsiliasi yang membentuk wajah Islam Indonesia hari ini. Buku ini tidak hanya melihat sejarah, namun juga memproyeksikan kemana Islam Indonesia akan bergerak ke depan.

Dalam pengantarnya, Mitsuo Nakamura menyebut tujuan melahirkan buku ‘Mengamati Islam di Indonesia 1971–2023’ sebagai ucapan terima kasih kepada kalangan umat Islam Indonesia, khususnya di Kotagede, yang membantu penelitiannya sejak 1971.

“Menurut keyakinan sebagai akademisi antropologi yang menangani ilmu tentang manusia, idealnya hasil penelitian kemudian dituliskan, haruslah dikembalikan kepada orang yang membantu penelitian tersebut. Ini adalah etika di antropologi,” terangnya.

Nakamura menyebut berbagai tulisan yang tersaji di buku ini merupakan catatan kaki yang sangat panjang terkait dengan proses penelitian Islam Indonesia hampir 50 tahun silam. Ia hanya bisa berharap, melalui tulisan-tulisan itu para mahasiswa atau generasi muda sekarang bisa mengetahui gambaran Islam Indonesia secara obyektif dari sudut pandang orang Asing.

“Antropologi itu ilmu tentang manusia. Orang-orang Kotagede itulah yang membawa saya kepada Islam. Mereka menarik perhatian saya. Sebelum itu, pengetahuan saya tentang Islam sangat terbatas. Tetapi setelah bergaul dengan orang-orang Muhammadiyah, mata saya terbuka: bagaimana Islam menghidupkan orang,” tutupnya. 

Read Next