Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Untuk keenam kalinya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelenggarakan UMY International Graduate Conference (UMYGrace). Ajang tahunan ini menegaskan kembali peran UMY sebagai pusat kolaborasi akademik internasional.
Berlangsung pada Kamis (21/8/2025), konferensi akademik UMYGrace 2025 ini berhasil menjaring 149 naskah ilmiah dari 17 negara dan menghadirkan ratusan peserta dari berbagai negara.
“Forum ini memperkuat jembatan ilmu pengetahuan lintas disiplin sekaligus mendorong kolaborasi riset global, dengan menyoroti peran Generasi Z sebagai agen transformasi di tengah dinamika dan tantangan dunia,” kata Wakil Rektor Bidang Sumber Daya UMY, Dyah Mutiarin.
Mutiarin menegaskan Generasi Z dengan karakter kreatif, adaptif, dan inovatif memiliki peran strategis dalam menjawab krisis global. Seperti diketahui, dunia tengah menghadapi tantangan besar, mulai dari krisis energi, perubahan iklim, transformasi digital, hingga kesehatan global.
“Konferensi ini bukan hanya ajang berbagi ilmu, tetapi juga sarana strategis untuk membangun kolaborasi riset internasional dan mencetak generasi akademisi yang mampu berkiprah secara global,” katanya.
UMYGrace 2025 mengusung empat fokus utama, yakni teknologi, energi terbarukan, ilmu kesehatan, dan kebijakan publik. Keempat bidang ini menjadi ruang diskusi tentang isu-isu global seperti transisi energi, kesehatan masyarakat, transformasi digital, dan dinamika kebijakan publik.
Dengan pendekatan multidisipliner, forum ini tidak hanya mempertemukan ide-ide segar, tetapi juga melahirkan sinergi lintas ilmu yang relevan bagi keberlanjutan dunia. UMYGrace sekaligus meningkatkan minat terhadap kolaborasi riset lintas negara.
Tidak hanya dari kalangan akademisi, kegiatan ini juga melibatkan praktisi, mahasiswa, dan peneliti muda yang antusias membangun jejaring penelitian bersama.
Peneliti Muda
Dalam laporannya, Chairperson UMYGrace 2025, Yessi Jusman, menegaskan forum ini telah menjadi ruang penting bagi para peneliti muda. UMYGrace juga wadah yang tidak hanya menekankan publikasi ilmiah, tetapi juga menghidupkan diskusi kritis dan kolaborasi internasional.
“Keberlangsungan konferensi ini mencerminkan konsistensi UMY dalam memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan global,” tuturnya.
Sementara itu, keynote speaker pertama dosen Farmasi FKIK UMY, RR Sabtanti Harimurti, menyoroti proses penemuan obat (drug discovery) yang disebutnya menjadi salah satu bidang riset yang krusial dalam menjawab kompleksitas tantangan kesehatan global.
“Urgensi ini semakin relevan di tengah kemunculan berbagai penyakit baru, meskipun proses penemuan hingga obat dapat digunakan pasien membutuhkan waktu sangat panjang, bahkan bisa mencapai belasan tahun,” ucapnya.
Menurut Sabtanti, ada setidaknya enam alasan utama mengapa riset penemuan obat baru tidak bisa berhenti. Pertama, munculnya penyakit baru seperti COVID-19 yang hingga kini belum memiliki obat definitif.
Kedua, masalah resistensi antibiotik akibat penggunaan yang tidak tepat, yang mendorong penemuan antibakteri baru. Ketiga, kebutuhan terapi bagi penyakit dengan risiko pengobatan tinggi, seperti kanker.
Keempat, meningkatnya prevalensi penyakit kronis seperti diabetes dan jantung. Kelima, berkembangnya kebutuhan personalized medicine yang menyesuaikan terapi dengan faktor genetik individu. Keenam, masih adanya penyakit yang belum memiliki terapi efektif (unmet medical needs).