Aktivasi Kaum Muda di Medsos Bakal Jadi Kekuatan Besar

26 September, 2024 22:50 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

26092024-Org muda di medsos.jpg
Peneliti Center fo Digital Society (CfDS) UGM, Iradat Wirid, saat menjadi narasumber di Sekolah Wartawan pada Kamis (25/9/2024). (EDUWARA/Dok. UGM)

Eduwara.com, JOGJA – Masifnya aktivasi generasi muda dari kalangan milenial dan Z akan menjadi kekuatan besar di masa depan. Aktivasi mereka di dunia sosial ini menghadirkan kesadaran kritis yang lebih baik dan terbuka.

Hal ini disampaikan peneliti Center fo Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Iradat Wirid, saat menjadi narasumber di Sekolah Wartawan pada Kamis (25/9/2024)

“Sekarang aktivisme digital sangat cepat dan menjadi pilihan bagi setiap individu terlibat di dalamnya,” katanya.

Kondisi tersebut, menurut Iradat, bisa sangat dipahami karena melalui media sosial, individu maupun organisasi masyarakat bisa memperjuangkan sebuah isu lebih aktif dan jika membesar bisa segera lepas tangan.

Seperti diketahui, di Indonesia, pengguna media sosial mencapai angka 191 juta orang dengan 54 persen berada pada rentang usia 18-34 tahun dengan rata-rata penggunaan selama 3 jam 14 menit per hari.

Dunia digital menjadi pilihan karena memiliki keunggulan interaktivitas dan berjejaring. Sebuah pesan bisa diciptakan dengan sedemikian rupa, tidak hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga dalam bentuk gambar ataupun video.

“Sehingga dapat memunculkan aktivisme digital yang bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap gaung sebuah isu,” terangnya.

Viralitas

Menurut Iradat, ada beberapa hal yang menyebabkan anak muda memilih media sosial untuk aktivisme digital. Selain aksesibilitas yang luas, biaya yang rendah, kecepatan penyebaran informasi, interaktivitas dan partisipasi publik, pengorganisasian aksi juga dianggap lebih mudah.

Ia mencontohkan bagaimana aksi peringatan darurat yang lalu hampir semuanya terjadi di ruang digital, tidak pernah ada yang bertemu langsung. Mereka tinggal buat poster lewat canva lalu di-share di grup-grup yang dinilai menjadi influential untuk aktivisme digital.

Selain itu, anonimitas, medium yang lebih luas, serta viralitas dan amplifikasi juga menjadi poin penting anak muda untuk melakukan aktivisme digital di media sosial. Mereka merasa cemas atau khawatir ketika kurang berpartisipasi pada momen atau peluang penting. Momentum dan viralitas di media sosial penting bagi aktivisme digital.

“Apalagi sekarang kebijakan atau keputusan yang dilakukan pemerintah itu basisnya adalah viralitas. Viral dulu baru ditangani, dan terbukti kan aksi peringatan darurat kemarin bisa mengubah suatu kebijakan,” paparnya.

Namun, dibalik kemudahan aktivisme digital dalam memperjuangkan banyak isu, terdapat tantangan dalam lanskap regulasi maupun praktik di lapangan yang harus dihadapi.

Serangan siber (hacking) berupa teror, peretasan akun media sosial, penyebarluasan data pribadi secara publik (doxing), memperlambat jaringan internet secara senyap (throttling) hingga pemutusan jaringan merupakan contoh kegagalan pemerintah dalam regulasi dan penegakan hukum terkait dengan perlindungan terhadap aktivisme digital.