Gagasan
29 Desember, 2025 23:50 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama

Eduwara.com, JOGJA - Memasuki tahun 2026, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tancap gas memperkuat budaya literasi hingga ke tingkat akar rumput. Pemkab Bantul berkomitmen mengaktifkan kembali puluhan perpustakaan desa untuk dijadikan ujung tombak pusat pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.
Dikutip pada Senin (29/12/2025), Bupati Bantul Abdul Halim Muslih memastikan melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, perpustakaan desa akan didorong menjadi "jantung" aktivitas warga. Langkah ini diambil menyusul data keprihatinan terkait kondisi literasi di tingkat desa.
Berdasarkan data terkini, dari total 75 desa di Bantul, sebanyak 34 unit perpustakaan desa berstatus tidak aktif atau ‘’mati suri’’, meskipun telah terdaftar. Sementara itu, 26 unit dalam kondisi semi aktif, hanya 11 unit yang aktif sepenuhnya, dan 4 desa tercatat belum memiliki fasilitas perpustakaan.
“Ke depan, pemberdayaan perpustakaan desa sudah kita atur melalui Perda Bantul Nomor 3 Tahun 2023. Kami ingin perpustakaan bertransformasi, tidak lagi sebatas ruang penyimpanan buku, tetapi menjadi ruang publik yang hidup dan inklusif,” kata Halim.
Halim menekankan bahwa penguatan ini mencakup aspek kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), hingga program yang relevan dengan kebutuhan nyata masyarakat, seperti dukungan keterampilan hidup dan pelestarian budaya lokal.
Kendala
Demi merealisasikan target tersebut, Halim menginstruksikan para Camat dan Kepala Desa untuk memasukkan pengembangan perpustakaan ke dalam dokumen perencanaan, termasuk RPJMDes, dengan dukungan anggaran yang memadai.
“Segera lakukan kolaborasi lintas sektor dengan sekolah, PKK, Karang Taruna, BUMDes, hingga komunitas literasi. Perpustakaan harus menjadi ruang yang produktif bagi masyarakat,” tegasnya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bantul, Dian Mutiara, mengungkapkan kendala utama tidak aktifnya perpustakaan desa selama ini adalah kurangnya prioritas, ketiadaan pengelola, serta keterbatasan kompetensi SDM.
Dian menjelaskan keberhasilan perpustakaan kini tidak lagi diukur dari kemegahan bangunan, melainkan dari intensitas aktivitas di dalamnya. Ia bahkan menyarankan agar lokasi perpustakaan tidak harus selalu menyatu dengan kantor desa.
“Perpustakaan bisa ditempatkan di ruang publik yang lebih mudah dijangkau masyarakat. Kami akan terus memberikan pendampingan mulai dari tata kelola hingga pengembangan layanan berbasis kebutuhan warga,” kata Dian.
Melalui langkah strategis ini, Pemkab Bantul optimistis perpustakaan desa dapat menjadi pusat kegiatan edukatif bagi anak-anak, remaja, hingga kelompok usia produktif, sekaligus memperluas akses informasi bagi seluruh warga desa.
Bagikan